Pakar Soroti Kebijakan Swasembada Pangan, Minta Pemerintah Gelar Reformasi

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 21 November 2021 | 09:47 WIB
Pakar Soroti Kebijakan Swasembada Pangan, Minta Pemerintah Gelar Reformasi
ILUSTRASI-Petani memanen bibit padi di Kawasan Bojong Koneng, Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (1/6/2021). [Suara.com/Dian Latifah]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan menyarankan, adanya reformasi dalam swasembada pangan dengan perdagangan terbuka maupun mewujudkan iklim investasi di sektor pangan nasional.

"Reformasi lainnya yang diperlukan termasuk yang berkaitan dengan keterbukaan perdagangan dan peran BUMN dalam mencapai tujuan swasembada, juga diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor pertanian," kata Indra Setiawan, Minggu (21/11/2021).

Menurut dia, swasembada pangan sudah lama digaungkan sebagai tolok ukur kesuksesan sektor pertanian, padahal agar hal itu terlaksana bisa berdampak pada harga pangan domestik yang tinggi, minimnya diversifikasi konsumsi pangan dan alokasi sumber daya yang tidak tepat.

Dengan bertumpu pada BUMN untuk mencapai swasembada, lanjutnya, pemerintah sebenarnya mendorong realokasi pendanaan dan sumber daya ke subsektor yang kurang produktif dan mahal atau mungkin kurang relevan.

Baca Juga: Investasi Mobil Listrik Sejak 2008, Warren Buffet Kini Untung Rp28 Triliun

Selain itu, masih menurut dia, risiko politik juga membuat investor takut menanamkan dananya di sektor pertanian.

"Perdagangan terbuka dapat menjadi solusi, tidak hanya akan membuat pangan lebih terjangkau, tetapi juga akan memperbaiki dampak gangguan kebijakan terdahulu di sektor ini. Hal ini akan membuat petani dan investor bisa mengalokasikan sumber dayanya sejalan dengan tujuan keuntungan dan peningkatan produktivitas mereka," papar Indra.

Data BKPM di 2020 menyebutkan investasi pada bidang tanaman pangan dan perkebunan hanya 5,9 persen dari total investasi di PMA dan PMDN di sektor pertanian. Investasi ini juga terkonsentrasi pada komoditas kelapa sawit dengan total PMA mencapai 13,9 triliun dolar AS pada periode 2003 -2018.

Menurut dia, reformasi kebijakan juga perlu terus dilakukan terhadap iklim regulasi Indonesia yang sekarang ini masih kuat diwarnai ketidakpastian. Reformasi kebijakan melalui deregulasi lewat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih membutuhkan sejumlah penyesuaian pada peraturan turunan dan teknis untuk mengatasi rumitnya proses serta persyaratan izin investasi, serta transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya kesiapan sektor pertanian di tengah perubahan iklim guna menjaga stabilitas ketahanan pangan secara nasional maupun global.

Baca Juga: Tokoh Berkshire Hathaway Soroti FoMo Investor: Investasi Jangan Seperti Berjudi!

Sektor pertanian Indonesia dan ASEAN, menurut Syahrul, harus bersiap dengan mempersiapkan cadangan pangan kawasan. Urgensi penguatan resilensi atau ketangguhan sistem pangan kawasan terhadap berbagai guncangan harus disikapi secara serius.

Menurut Mentan Syahrul, salah satu yang dapat dipersiapkan adalah optimalisasi cadangan beras darurat ASEAN bersama tiga negara mitra ASEAN (APTERR) dalam mengantisipasi kerawanan pangan.

Langkah ini diharapkan mampu mendukung penanganan kejadian darurat pangan di kawasan ASEAN yang diakibatkan bencana alam, pandemi, atau krisis ekonomi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI