Suara.com - Dampak pandemi virus corona mengharuskan pemerintah untuk memperlebar defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau keluar dari yang sebelumnya diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara, maksimal sebesar 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Makanya tahun lalu pemerintah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun berjanji akan terus menekan angka defisit APBN, pada 2022 mendatang level defisit diharapkan bisa mencapai 4,7 persen.
Hal tersebut dikatakan Sri Mulyani dalam acara CEO Forum, Kamis (18/11/2021).
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Bantuan Rp1,8 Juta Untuk Pelaku Wisata, Cair Akhir Tahun
“Untuk itu tahun depan 4,7 persen defisit, tapi itu dengan estimasi penerimaan negara, sebelum kita juga passing reform undang-undang pajak. Jadi kita berharap tahun depan defisitnya yang bisa lebih rendah yang ada di dalam undang-undang,” kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menegaskan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menginstruksikan agar semua Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah daerah segera merealisasikan anggaran belanja negara.
Tujuannya kata dia agar proyeksi defisit anggaran itu lebih rendah dibanding asumsi di Undang-undang APBN 2021 yang sebesar 5,7 persen.
“Presiden kemarin instruksinya semua K/L dan pemerintah daerah harus menyelesaikan seluruh belanja yang mereka sudah anggarkan, dianggarkan sehingga kita harap defisit di tahun ini akan relatif lebih kecil di dalam undang-undang disebutkan 5,7 persen, kita mungkin akan enak dengan sekitar 5,2 hingga 5,4 persen,” katanya.
Namun, itu semua masih tergantung dengan tantangan-tantangan yang harus dihadapi Pemerintah menjelang akhir tahun 2021, mengingat perkembangan Covid-19 masih cukup menantang karena saat ini disejumlah negara di Eropa menghadapi gelombang Covid-19.
Baca Juga: Sampah Menumpuk di Tanjungbalai Karimun, Aunur Rafiq Perluas TPA dengan APBN Rp19 Miliar
Selain itu tantangan lainnya adalah soal laju inflasi, yang saat ini menjadi momok baru bagi sejumlah negara di dunia.
"Menimbulkan dilema dari sisi policy di negara-negara maju, Indonesia harus betul-betul memperhatikan tantangan ini karena ini akan berlanjut sampai dengan 2022. Jadi kita tidak boleh kemudian nanti memunculkan itu inflasi yang berasal dari sisi supply,” pungkasnya.