Suara.com - Harga minyak dunia berakhir variatif pada perdagangan Selasa, karena prospek persediaan yang ketat di seluruh dunia.
Kondisi tersebut juga diimbangi oleh perkiraan lonjakan produksi dalam beberapa bulan mendatang dan kekhawatiran atas meningkatnya kasus virus korona di Eropa.
Mengutip CNBC, Rabu (17/11/2021) minyak mentah berjangka Brent ditutup naik 38 sen, atau 0,5 persen menjadi USD82,43 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), turun 12 sen, atau 0,2 persen menjadi USD80,76 per barel.
Baca Juga: Jelang Akhir Tahun Harga Minyak Goreng Naik hingga 50 Persen, Cek Harganya!
"Pasar minyak akan tetap ketat dalam jangka pendek, yang seharusnya mendukung harga," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.
Chief Executive Officer Trafigura Group, Jeremy Weir, mengatakan pengetatan pasar minyak global disebabkan permintaan kembali ke tingkat sebelum pandemi.
Produksi minyak dari cekungan Permian Texas diperkirakan mencapai rekor 4,953 juta barel per hari (bph) pada Desember.
Stok minyak mentah Amerika diprediksi meningkat untuk minggu keempat berturut-turut.
Yang pertama dari dua laporan pasokan mingguan, dari kelompok industri American Petroleum Institute, dirilis Selasa malam waktu setempat.
Baca Juga: Investor Resah, Harga Minyak Dunia Fluktuatif
Namun, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan reli pasar minyak dapat mereda karena harga yang tinggi akan memberikan insentif yang kuat untuk meningkatkan produksi, terutama di Amerika Serikat.
IEA memperkirakan harga rata-rata Brent berada di kisaran USD71,50 per barel pada 2021, dan USD79,40 pada 2022, sementara Rosneft mengatakan mungkin mencapai USD120 pada semester kedua 2022, menurut kantor berita TASS .