Suara.com - Mega proyek kereta cepat Jakarta Bandung sudah panen kritik selama pengerjaannya. Bukan tanpa alasan, proyek ini menghabiskan dana luar biasa dan masih membengkak hingga membebani anggaran.
Terkait hal ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir beralasan, kala ia bergabung dalam kabinet Presiden Joko Widodo, proyek kereta cepat sudah 60 persen. Jika tiba-tiba terhenti, tentu dana yang sudah diinvestasikan sebelumnya akan sia-sia.
“Waktu saya masuk [pemerintahan], proyek ini sudah berjalan 60 persen lebih. Masa harus berhenti. Kalau berhenti berarti uangnya kebakar dong jadi besi tua,” kata Erick dalam acara Kick Andy Show, Senin (15/11/2021).
Ia lantas menjelaskan, skema proyek ini berbeda dengan proyek lainnya karena tidak bisa sepenuhnya dengan business to business (B to B) tanpa perlu jaminan dari pemerintah.
Baca Juga: Profil Lengkap 7 Personel NCT Dream
Selain itu, menurut dia, pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung disebabkan banyak faktor dan bukan karena korupsi.
“Kenapa harganya naik kita tahu pembebasan tanah di Indonesia susah. Ini yang akhirnya angkanya jadi naik. Kedua Covid-19 ini membuat harga-harga naik, harga baja naik batubara naik, semua juga cost investasi naik yang ada hubungannya dengan sumber daya alam. Jadi memang ada peningkatan karena itu. Kemarin delay lagi karena nggak ada yang bisa kerja. Kan hampir 6-7 bulan tidak bisa kerja,” tutur Erick.
Sebelumnya, Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri yang menyebut proyek itu hanya menghambur-hamburkan anggaran dan tidak akan balik modal hingga kiamat.
Memahami kritik ini, Erick menyebut, ucapan Faisal Basri tidak sepenuhnya salah. Balik modal investasi proyek infrastruktur menurutnya memang lama, bahkan bisa saja proyek ini baru dirasakan manfaatnya pada generasi berikutnya.
“Kalau infrastruktur konteksnya memang lama ya. Mungkin yang rasakan setelah kita meninggal, anak atau cucu kita,” kata Erick di acara itu.
Baca Juga: 7 Tips Rutinitas Skincare Korea yang Cocok Diterapkan Orang Sibuk
Ia lantas memberi contoh Korea Selatan yang menggunakan 50 persen dari APBN di periode 1960 untuk pembangunan infrastruktur. Padahal dalam periode tersebut, Korea Selatan masih sangat miskin akibat peperangan.
Masifnya pembangunan kala itu, kata dia, membentuk Korea Selatan hari ini yang membuktikan bisa menjadi negara maju sebagai dampak pembagunan 60 tahun silam tersebut.
“Saya nggak bilang statement pengamat itu salah, tapi ada persepsi antara pola pikir berbeda antara pemikiran supply dan demand. Nah ini jadi kontroversi saya nggak mau debat ekonomi, saya kerja bukan ahli ekonomi,” kata dia, dikutip via Solopos.com --jaringan Suara.com.
Untuk informasi, sebelumnya Faisal Basri secara gamblang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai proyek mubazir, terlebih dengan dana hingga Rp27,74 triliun.
“Sebentar lagi rakyat membayar kereta cepat. Barang kali nanti tiketnya Rp400.000 sekali jalan. Diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal,” ujarnya dalam sebuah dialog virtual, beberapa waktu lalu.
Proyek ini tidak berhenti mendapatkan kritik usai melalui Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan rencananya menambah penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp53,1 trilun untuk menyuntik BUMN pada tahun ini.
Dari PMN tersebut, Menkeu menyebut anggaran yang akan disalurkan melalui PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah sebesar Rp6,9 triliun yang bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang totalnya Rp20,1 triliun untuk tiga entitas termasuk KAI.