Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong agar sektor pertanian beradaptasi dengan badai La Nina. Ini menyikapi prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMkG) yang menyebut, Indonesia akan menghadapi badai La Nina. Sektor pertanian diprediksi terdampak akan hal itu.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo menjelaskan, adaptasi sektor pertanian terhadap badai La Nina penting untuk meminimalisasi dampak yang ditimbulkan. Sebab, sektor pertanian memang amat rentan terhadap perubahan iklim. Namun, dalam situasi apapun pertanian harus terus berjalan.
"Sebab kita harus memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia. Pertanian tak bolehbterganggu oleh apapun, karena ini berkaitan dengan hajat hidup rakyat Indonesia," kata pria yang akrab disapa SYL tersebut.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil. Kata dia, adaptasi ini penting dilakukan karena kita tak bisa melawan kehendak alam. Apalagi, setiap kali badai La Nina menerjang, sektor pertanian yang paling terdampak parah.
Baca Juga: Masuk Musim Hujan, Kementan Siapkan Strategi Antisipasi Dampak La Nina
"Setiap La Nina menyerang, luas lahan sawah yang terkena banjir meningkat, berkisar antara 200-300 ribu hektar, dibanding kondisi normal sekitar 50-100 ribu hektar," kata Ali.
Di sisi lain, Ali menyebut serangan WBC juga berkisar antara 90-250 ribu hektar. Sedangkan pada kondisi normal berkisar antara 10-85 ribu hektar.
"Pada saat La Nina penurunan kualitas dan produksi mencapai 80 persen. La Nina juga meningkatkan serangan hama dan penyakit akibat jamur," ujar Ali.
Untuk mengantisipasinya, Ali menyebut Kementan membentuk gerakan brigade yang terdiri dari brigade La Nina (Satgas OPT-DPI), brigade alsintan dan tanam serta brigade panen dan serap gabah kostraling.
"Pompanisasi in-out dari sawah, rehabilitasi jaringan irigasi tersier atau kwarter terutama di wilayah rawan banjir," papar dia.
Baca Juga: La Nina Ancam Indonesia, Potensi Sebabkan Banjir dan Ancam Ketahanan Pangan
Berikutnya adalah penyiapan bibit varietas padi tahan rendaman (Inpara 1-10, Inpara 29, Inpara 30, Ciherang Sub 1, Inpari 42 Agritan), toleran salinitas dan varietas unggul lokal yang sudah teruji, varietas tahan OPT pada daerah endemik, (Inpari 2, 3, 4, 6), Blast, Hawar Daun Bakteri.
"Juga memperbaiki cara pascapanen dan menyiapkan bantuan untuk kegiatan panen dan pascapanen dengan menggunakan pengering (dryer) dan RMU (Rice Milling Unit)," lanjut dia.
Dilanjutkan Ali, berikutnya adalah mengoptimalkan penampungan air dengan pemanfaatan biopori, Bangunan Penampung Air (BPA), normalisasi saluran drainase.
"Lalu dilakukan penerapan bedengan tinggi dan penggunaan sungkup plastik pada tanaman hortikultura," tutur Ali. Dilakukan juga pembuatan rorak, parit diskontinu, tanaman penutup tanah pada lahan perkebunan untuk menangkap air dan mencegah erosi," imbuhnya.
Terakhir, optimalisasi luas tanam pada lahan kering seperti tanaman hortikultura cabai dan bawang merah dengan penerapan PHT secara efektif, penggunaan varietas unggul toleran OPT dan teknologi inovasi budidaya lainnya.