Masuk Musim Hujan, Kementan Siapkan Strategi Antisipasi Dampak La Nina

Minggu, 07 November 2021 | 19:23 WIB
Masuk Musim Hujan, Kementan Siapkan Strategi Antisipasi Dampak La Nina
Ilustrasi pertanian saat musim hujan. (Dok: Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, saat mengunjungi Pati, Jawa Tengah, Kamis pekan lalu mengingatkan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, mengingat Indonesia adalah negara terbesar ke-4 dunia. Ia menyebut, tanggung jawab dan tantangannya pun juga besar.

"Kita belum selesai menghadapi tantangan Covid-19 yang masih terjadi sampai hari ini, dan kita dihadapkan juga dengan emisi gas, efek rumah kaca dan persoalan lingkungan. Ingat, perekonomian dunia porak poranda selama dua tahun, termasuk Indonesia. Namun yang mampu bertahan adalah sektor pertanian," ungkapnya.

Masuki musim penghujan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan mengalami peningkatan pada November-Desember 2021, dan mencapai puncaknya pada Januari- Februari 2022, terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara Timur, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan, berkisar antara 20 - 70% di atas normalnya.

La Nina tahun ini diprediksikan memiliki dampak yang relatif sama seperti tahun sebelumnya. Antisipasi terus dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengamankan target luas tanam padi seluas 8,3 juta ha melalui deteksi dini agar dapat ditentukan langkah operasional penanganannya.

Baca Juga: Kementan Komitmen Perkuat Tata Kelola Pupuk Bagi Petani

Mentan menyampaikan, dalam kondisi dan situasi apa pun, pertanian harus tetap berproduksi. Ia mencontohkan, negara-negara yang mengalami 4 musim, mereka kini tengah mengalami kesulitan dalam hal produksi pangan.

Mengenai adanya ancaman La Nina, Mentan mengharapkan Balingtan untuk membuat rekomendasi teknologi pertanian yang tepat.

Sementara itu Direktur Jenderal Tanaman Panga, Kementan Suwandi menyebutkan, untuk mengantisipasi dampak La Nina perlu dilakukan koordinasi lintas sektoral terkait pengelolaan sumber daya air dan pengurangan risiko bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang atau puting beliung ataupun terjadinya badai tropis) yang berada di wilayah rawan terdampak La-Nina.

“Sektor pertanian memang paling rawan terkena dampak La Nina. Namun menyikapi hal ini, Kementan berupaya untuk meminimalisir sebagaimana konsepMentan, yaitu setiap puso harus dikompensasi di tempat lain. Juga setelah banjir selesai harus tanam lagi,” ujar Suwandi menambahkan.

Menurutnya, ada beberapa strategi dan langkah antisipasi La-Nina yang harus dilakukan. Pertama, update mapping wilayah rawan banjir dan endemis serangan organisme pengganggu tumbuhan.

Baca Juga: Perkuat Sektor Pertanian, Kementan Hadirkan Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia

Kedua meningkatkan Early warning system dan rutin memantau informasi BMKG, ketiga kesiap-siagaan Brigade La Nina (Brigade DPI-OPT), Brigade Alsin & Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling, dan keempat pompanisasi in-out dari sawah, rehabilitasi jaringan irigasi tersier/kwarter.

Kelima menggunakan benih tahan genangan seperti Inpara 1-10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang, dan lainnya, Keenam menggunakan asuransi usaha tani padi dan/bantuan benih gratis bagi puso, ketujuh kengkompensasi luas tanam di daerah lain/ tidak terkena La Nina , serta kedelapan antisipasi panen raya saat hujan dengan alsin panen dan pasca panen dengan kostraling dryer, RMU, silo dan lainnya).

Meskipun ada ancaman La Nina, Suwandi yakin, kondisi stok pangan aman dan lebih dari cukup. Sesuai rilis BPS bahwa produksi padi 2021 diperkiraan 55,27 juta ton GKG lebih tinggi 620 ribu ton GKG dibanding 2020.

“Ini berkat berbagai program perluasan tanam, peningkatan Indek Pertanaman, peningkatan produktivitas, penggunaan varietas benih unggul, subsidi pupuk, dukungan kredit KUR dan lainnya,” ujarnya.

Dukungan Kementan dalam menghadapi dampak La Nina sudah mulai dilakukan seperti dengan penyediaan embung yang dapat dimanfaatkan pada tahun 2021 sebanyak 400 unit, fasilitasi AUTP dengan alokasi seluas 1 juta hektare tahuhn 2022, bantuan benih karena kejadian bencana alam (force majeure), kompensasi luas tanam bagi lahan yang terdampak banjir, serta optimalisasi alsin panen dan pasca panen (kostraling dryer, RMU, silo dan lainnya).

Sementara itu, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Takdir Mulyadi menekankan perlunya mapping wilayah rawan banjir, kekeringan dan OPT MH 2021/2022 untuk komoditas padi, jagung dan kedelai sampai dengan level kabupaten/kota melalui SIKATAM TERPADU (https://katam.litbang.pertanian.go.id/.)

“Mapping daerah rawan ini disusun berdasarkan data serangan OPT/DPI dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan data curah hujan dari BMKG, bisa dipakai sebagai dasar mulai tanam bagi para petani,” sebutnya.

Takdir juga mengingatkan perlunya mengoptimalkan Brigade La Nina (Brigade DPI-OPT), Brigade Alsin dan Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling. Selain itu Bantuan alsin (pompa air, traktor, dryer, RMU) dan sarana pengendali OPT (Pestisida dan Handsprayer) yang telah dialokasikan ke daerah akan disiagakan di lokasi rawan tersebut.

"Yang perlu diwaspadai juga adalah serangan OPT pasca banjir, terutama serangan tikus," pungkas Takdir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI