Suara.com - Rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT), dinilai bisa menekan industri hasil tembakau (IHT) khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman Sudarto, mengatakan dampak kenaikan tarif CHT pun akan sangat berpengaruh pada para pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri SKT.
"Saya ingin laporkan penurunan jumlah pekerja di SKT saja itu mencapai 60.889 orang. Sehingga dapat dipastikan para buruh rokok ini korban PHK," ujar Sudarto, Kamis (4/11/2021).
Sudarto mengatakan, realita pekerja SKT di lapangan cukup memprihatinkan. Ia mengungkapkan, sebagian besar buruh rokok ada yang masih bekerja, ada yang dirumahkan, dan sebagian bekerja on-off.
Baca Juga: Cukai Rokok Naik Tahun Depan, DPR Minta Sri Mulyani Pikir Ulang
"Ada juga sebagian bekerja shift dan sebagian jam kerja berkurang," tutur dia.
Sistem kerja yang tidak normal di masa pandemi ini sudah memberatkan para buruh SKT karena sistem pengupahannya adalah berdasarkan satuan hasil sehingga mereka sangat rentan terhadap kebijakan pemerintah.
"Itu dampaknya sangat besar karena SKT yang padat karya. Jadi kalau permintaan berkurang akibat kenaikan cukai, otomatis upah mereka juga berkurang," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan bahwa berbagai aspirasi dari berbagai pihak akan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan kebijakan CHT.
Apalagi, kontribusi IHT terhadap negara cukup baik. Dia mengakui bahwa kebijakan CHT merupakan hal yang kompleks yang harus diperhatikan secara holistik.
Baca Juga: Pendapatan Cukai Rokok Bapenda Sulawesi Selatan Defisit Rp226 Miliar
"Diskursus mengenai tembakau, termasuk cukai hasil tembakau, tidak boleh dipotong hanya dengan satu isu saja. Seolah-olah ini hanya isu kesehatan, atau isu penerimaan, atau ini isu pertanian saja, tetapi ini harus menjadi isu bersama sehingga kita perlu meletakkan secara proporsional."