Pembangunan kembali pada kawasan permukiman kumuh secara vertikal maksimal empat lantai dengan maksud sebagai berikut: supaya dapat menampung seluruh penghuni, harga tanah di pusat kota relatif tinggi, sebagian tanah digunakan untuk kebutuhan sosial, sebagian tanah dijual kepada pihak swasta atau pemerintah guna memperkecil biaya pembangunan untuk meringankan harga sewa atau cicilan, sebagian tanah diserahkan pada pemerintah untuk membangun infrastruktur dan fasilitas sosial lainnya sebagai pendukung kawasan.
Ketujuh, Model Program Perbaikan Kampung atau Kampung Improvement Program (KIP). KIP merupakan suatu pola pembangunan kampung yang didasarkan pada partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan pemenuhan kebutuhannya. Program ini mempunyai prinsip universal yang berlaku dimana-mana yakni memberdayakan dan menjadikan warga sebagai penentu dan pemanfaat sumber daya kota guna memperbaiki taraf hidup dan kemampuan untuk maju. Prinsip dari program perbaikan kampung adalah perbaikan lingkungan kampung-kampung kumuh di pusat kota yang berada di atas tanah milik Kondisi sektor permukiman perkotaan di Indonesia dalam banyak hal memang masih jauh dari ideal. Disamping masalah backlog penghunian rumah yang terus berupaya untuk diatasi oleh berbagai pihak, juga terdapat isu kelayakan rumah dan permukiman kumuh yang perlu mendapatkan perhatian serius. Berdasarkan analisis SUSENAS, pada tahun 2019 angka rumah tangga yang tinggal di rumah layak huni nasional mencapai 56,51%, dan dikawasan perkotaan sebagai titik konsentrasi penduduk mencapai 61,09%. Artinya masih terdapat 38,9% (15,5 juta rumah tangga) perkotaan yang tinggal di rumah tidak layak huni, dan dapat dipastikan sebagian rumah tangga tersebut menempati permukiman kumuh.masyarakat yang mempunyai kepadatan tinggi.

Agar dapat menangani berbagai permasalahan perumahan dan permukiman tersebut, dibutuhkan suatu bentuk penanganan permukiman kumuh yang dapat meningkatkan penyediaan perumahan layak dan terjangkau di perkotaan, sekaligus meningkatkan efektifitas pemanfaatan ruang kota.
Perkembangan pola penanganan permukiman kumuh selanjutnya berupaya menyentuh aspek fundamental dari perumahan dan komunitas, melalui program terpadu yang tidak hanya menangani aspek fisik tetapi juga sisi ekonomi dan sosial. Skema program pun melibatkan partisipasi komunitas dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 97, peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dilaksanakan dengan pola pemugaran (slum upgrading), pemukiman kembali (resettlement), atau peremajaan (regeneration/ renewal). Berbagai pola tersebut diupayakan melalui berbagai program baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Khusus dalam konteks perkotaan, fokus saat ini adalah untuk mendorong pelaksanaan pola peremajaan kota.
Program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) mencipta ruang tak kumuh

KOTAKU adalah satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Arah kebijakan pembangunan Dirjen Cipta Karya adalah membangun sistem, memfasilitasi pemerintah daerah, dan memfasilitasi komunitas (berbasis komunitas). Program KOTAKU menangani kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat.
Program KOTAKU dilaksanakan di 32 kota/kabupaten prioritas dan tersebar di 1.919 kelurahan/desa. Sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh, Program KOTAKU akan melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya permukiman kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas desa/kelurahan, serta kawasan dan kabupaten/kota. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh. Pada tahun 2021 ini secara nasional Program Kotaku melaksanakan kegiatan skala lingkungan di 365 desa/kelurahan untuk BPM reguler, serta 1.632 desa/kelurahan untuk kegiatan cash for work (CFW), 43 desa/kelurahan lokasi Kotaku-DFAT, dan 59 desa/kelurahan lokasi livelihood/PPMK. Pada tahun 2021 ini juga, Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) telah berkontribusi dengan melibatkan 146.430 tenaga kerja melalui kegiatan Padat Karya, dalam rangka mengatasi dampak pandemi Covid-19.

Implementasi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, dimulai dari tahap (a) pendataan; (b) perencanaan; (c) pelaksanaan, (d) pemantauan dan evaluasi dan (e) keberlanjutan. Setiap tahapan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat (LKM/BKM), pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder). Disadari bahwa kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh berkaitan erat dengan masyarakat dan sebagai implementasi dari prinsip bahwa pembangunan yang dilakukan (termasuk pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh) tidak boleh merugikan masyarakat, maka dalam pelaksanaan Program Kotaku selalu menerapkan penapisan (pengamanan) lingkungan dan sosial (environment and social safeguard).
Baca Juga: World Habitat Day 2020 di Surabaya, Bahas Perumahan Layak
Sumber pembiayaan Program Kotaku berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swadaya masyarakat dan pemangku kepentingan lainya (stakeholder) serta dari lembaga mitra pembangunan pemerintah (World Bank-WB; Asian Infrastructure Investment Bank-AIIB dan Islamic Development Bank-IsDB). Berdasarkan kebutuhan total pembiayaan, sumber dari mitra pembangunan pemerintah (Loan) sekitar 45%.