Adaptasi dan Inovasi: Nyala Semangat Usaha Mikro di Tengah Badai Corona

M NurhadiM Nurhadi Suara.Com
Sabtu, 30 Oktober 2021 | 00:46 WIB
Adaptasi dan Inovasi: Nyala Semangat Usaha Mikro di Tengah Badai Corona
Retno Ika saat memamerkan produk UMKM miliknya, Wikarasa. (Suara.com/Nurhadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wabah virus corona yang menerjang umat manusia awal 2020 lalu membuat berbagai sektor tumbang. Ekonomi nasional, bahkan hingga lini usaha mikro turut terdampak virus yang kasus pertama konon ditemukan di Wuhan ini.

Salah satu sektor yang terdampak cukup serius, yakni UMKM. Terlebih, usaha mikro yang baru saja merintis, seperti yang dialami Retno Ika.

Ibu muda yang merintis usaha kacang mete ini mengaku sempat sulit mempertahankan usaha miliknya, hingga memaksa dia merumahkan karyawan.

"Awal tahun, waktu pertama kasus Covid-19 masuk Indonesia itu sempat bertahan. Jumlah pesenan sempat naik juga," kata Retno mengawali wawancara kami pada Kamis (28/10/2021).

Baca Juga: Dokter: Libur Natal dan Tahun Baru Jadi Tantangan Pengendalian Pandemi Covid-19

Meski pesanan online meningkat, order offline di lapak miliknya justru turun signifikan. Minimnya order semakin menjadi hingga puncaknya terjadi pada April tahun lalu.

Pada masa-masa inilah dia mulai merasakan dampak positif adanya layanan dari kirim makanan atau paket dari salah satu penyedia layanan online layaknya Gojek, yaitu Go-Send dan Go-Food.

Karyawan Wika Rasa yang mulai bekerja kembali usai sempat dirumahkan karena wabah virus corona. (Suara.com/Nurhadi)
Karyawan Wika Rasa yang mulai bekerja kembali usai sempat dirumahkan karena wabah virus corona. (Suara.com/Nurhadi)

"Pesenan offline turun banget, tapi pesanan online stabil bahkan meningkat pertengahan tahun. Terbantu sama Go-send. Jadi gampang buat antar jemput barang mentah," kata Retno.

Pada pertengahan 2020 lalu, seperti banyak wilayah lain di dalam negeri, mobilitas warga Wonogiri sangat dibatasi demi memutus rantai penularan Covid-19.

Kala itu, Retno sempat merasa frustasi lantaran dirinya tidak bisa mengatur distribusi bahan mentah produknya dari petani.

Baca Juga: Pemerintah Banyak Dikritik, Jokowi: Saya Juga Menyadari

Berkat kemajuan zaman yang memudahkan dia dalam melayani pesanan pelanggan, Retno tidak hanya berhasil bertahan, tapi juga kembali menarik para karyawan untuk kembali bekerja.

"Jelas sangat terbantu. Apalagi pas mau bulan puasa tahun lalu itu pesanan banyak banget. Omzet yang anjlok jadi terbantu banget sama layanan seperti itu," jelas Retno sembari sesekali membantu karyawan melakukan pembungkusan produk.

Meski sudah memiliki cukup banyak karyawan, Retno tetap turut serta melakukan pengelolaan produk mulai dari awal.

Jika Go-send membantunya mendapatkan bahan mentah dari petani, maka layanan pengiriman makanan daring membantunya mengirimkan produk 'Wika Rasa' pada para pembeli.

Perjuangannya untuk 'kembali lebih kuat' usai terdampak wabah bukanlah hal yang mudah. Omzet usahanya yang biasanya mencapai Rp150 juta sebulan, turun 30 persen atau sekitar Rp50 juta saja.

" Oh ya, Go-shop itu juga sangat membantu. Kalau Go-send biasa untuk antas pesanan dalam kota. Kita juga pakai Go-shop untuk pesan macam-macam kebutuhan," ujar Retno.

Ada salah satu kejadian unik sekaligus cukup berkesan yang pernah dialami Retno saat memanfaatkan layanan Go-Shop.

" Jadi pernah, karena memang takut keluar akibat wabah akhirnya kita sering pakai Go-Shop buat beli macam-macam kebutuhan. Nah, pas itu pernah hujan deras, bapak Gojek-nya tetap totalitas, bahkan produk yang dibawa benar-benar dalam keadaan bagus (tidak basah), padahal belanjaannya banyak," kata Retno sembari tertawa mengingat kejadian itu.

Ia sempat mengaku sungkan dan kasihan, namun dedikasi yang ditunjukkan driver tersebut membuat dia memberi apresiasi dengan cara lain.

"Iya, kasih tip sekaligus menawarkan istirahat dulu, tapi bapaknya mungkin ingin cepat pulang," sambung dia.

Usaha Wikarasa yang dirintis Retno mulai bergerak pada 2018 silam. Kini, tiap bulan UMKM yang memasarkan kacang mete langsung dari para petani ini punya omzet hingga Rp150 juta sebulan.

Pada hari-hari besar seperti Ramadhan bahkan bisa menghasilkan Rp500 juta dalam satu bulan.

"Alhamdulillah, rejeki karyawan juga," ucap Retno.

Usahanya yang kian sukses juga tidak membuat Retno merasa mampu berdiri tanpa bantuan banyak kalangan.

Faktor ini memotivasi dirinya untuk memberdayakan masyarakat di sekitar rumahnya yang berada di Baturetno untuk turut bekerja di usaha miliknya.

"Ada empat orang karyawan tetap, satu freelance. Tapi sering nambah orang pas lagi hari besar karena jumlah pesanan naik," kata dia.

Serupa dengan Retno, Siti Rofiatus, pengusaha lain yang sudah dua tahun merintis usaha perawatan kulit atau skin care itu juga memanfaatkan teknologi guna mendukung usaha miliknya.

Kebetulan usaha miliknya buka tidak lama sebelum ledakan kasus virus corona di Indonesia. Dampaknya tentu terasa karena kala itu dia baru memulai usaha miliknya.

Namun demikian, kegiatan distribusi dan pesanan dari para pelanggan tokonya bisa tetap terlayani tanpa harus mendatangi outlet.

Dengan adanya pengiriman yang dipesan secara daring, para pelanggan tidak perlu datang ke outlet. Mereka bisa mendapatkan produk terbaik sembari menikmati waktu bersama keluarga di rumah.

Wabah memang memberi dampak luar biasa bagi banyak sektor. Namun, hal itu bukanlah alasan untuk menyerah.

Pandemi virus corona bisa jadi tembok penghalang langkah besar usaha. Jika mampu melihat peluang bersama sikap pantang menyerah, momen ini bisa jadi batu loncatan untuk berkembang.

"Jangan kalah sama wabah, jadikan itu pemacu, jangan banyak alasan. Semua orang mampu menciptakan, tapi jangan lupa adaptasi dan selalu berusaha solusi dari masalah. Ikut tren, jangan bosen inovasi," pungkas Retno.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI