Suara.com - Mantan pejabat BUMN, Said Didu mencurigai tes PCR di Indonesia dimonopoli alias jadi ladang bisnis untuk sejumlah kalangan demi meraup untung besar.
Hal ini ia sampaikan usai Presiden Joko Widodo meminta penyeragaman biaya tes PCR menjadi Rp300 untuk sekali tes. Penurunan harga signifikan ini lantas menimbulkan curiga, karena dianggap tidak masuk akal.
"Kewajiban PCR dengan turunnya harga mulai dari Rp2 juta menjadi Rp 300 ribu meningkatkan kecurigaan terhadap 'bisnis' PCR," tulis Said Didu, dikutip dari akun Twitter miliknya pada Selasa (26/10/2021).
Bahkan, ia juga masih curiga dengan harga yang sudah ditetapkan saat ini, yakni sebesar Rp200 ribu lantaran menurutnya masih ada permainan harga dan kemungkinan harga tes PCR dibawah Rp300 ribu.
Baca Juga: Petisi Tolak Wajib Tes PCR untuk Penerbangan Bermunculan, Ini Alasan Warga
"Jika sekarang bisa dengan harga Rp 300 ribu, artinya biayanya di bawah Rp 300 ribu," sebut Said Didu.
Kritik juga ia lontarkan karena tes PCR sebelumnya mencapai jutaan rupiah. Ia menyoroti untung besar yang diraup oknum tertentu dari tes PCR.
"Mari menduga berapa untung yang sudah mereka nikmati dibalik aturan selama ini?" tanya dia.
Cuitannya itu lantas menarik perhatian warganet hingga di-retweet ribuan kali. Mereka juga tidak henti menyebut tes PCR yang diterapkan hanya jadi ladang untung belaka.
"Tak masalah sebenarnya, jika negara tidak banyak hutang, rakyat sejahtera dan tidak ada korupsi. Tapi jika negara kacau begini ya jadi?" sindir salah seorang netizen, dikutip dari Warta Ekonomi.
Baca Juga: Joman Curiga Syarat Tes PCR Permainan Mafia Pandemi: Kasihan Presiden, Rakyat Lagi Susah
"Sebenarnya kalau dihitung biaya modal nya kemungkinan timpang banget sama harga PCR nya. Modal stik colok hidung, tenggorakan dan alat analisis nya. Jadi kalau ada yang bilang bisnis menguntungkan ya untung banget. Disitulah pentingnya kebijakan pemerintah buat atur harga," sebut lainnya.