Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa hampir seluruh masyarakat negara ini berbicara mengenai utang negara. Hal ini kata dia, cukup baik karena perhatian masyarakat terhadap keuangan negara meningkat.
"It is good bahwa kita punya ownership terhadap keuangan negara," kata Sri Mulyani dalam sebuah webinar, Minggu (24/10/2021).
Ia pun membandingkan ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 dan 1988, di mana belum banyak pihak yang membicarakan kondisi keuangan waktu itu.
"Padahal saat itu utang negara melonjak akibat pemberian dana talangan kepada perbankan-perbankan dan korporasi besar yang kolaps," katanya.
Baca Juga: Sri Mulyani: APBN Sudah Bekerja Luar Biasa
Begitu juga dengan kondisi krisis global 2008-2009. Tak banyak pihak yang memberikan perhatian terhadap kondisi APBN kala itu.
Sri Mulyani melanjutkan, kini masyarakat kian sadar bahwa keuangan negara adalah instrumen paling penting yang hadir saat terjadi krisis seperti saat ini.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, belajar dari tiga krisis yang pernah dilalui Indonesia, yaitu krisis moneter 1998, krisis global 2008, dan krisis pandemi Covid-19 2020, keuangan negara adalah penopang paling besar.
“Begitu terjadi hantaman, keuangan negara harus menjadi penyembuh dan penarik ekonomi balik lagi,” tutur Sri Mulyani.
Adapun pandemi Covid-19 bukan krisis terakhir yang akan dialami Indonesia. Dia menyebut ada ancaman krisis-krisis lain pada masa depan. Lantaran ada sejumlah potensi krisis yang bisa saja terjadi karena perubahan iklim hingga gangguan akibat krisis transformasi digital.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Pajak Karbon Jadi Momentum Pembenahan Struktural