Suara.com - Kebijakan wajib tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk calon penumpang pesawat udara dinilai memberatkan masyarakat. Hal ini disampaikan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh DR Taqwaddin Husin.
“Kebijakan ini menyusahkan dan memberatkan rakyat, apalagi bagi orang daerah yang perlu ke ibukota provinsi atau ke ibukota negara Jakarta,” kata Taqwaddin Husin dalam dikutip ANTARA di Meulaboh, Minggu (24/10/2021).
Lebih jauh, menurutnya kewajiban tes PCR 2x24 jam sebelum berangkat dinilai semakin memberatkan konsumen, terlebih saat ini penerbangan baru saja kembali diizinkan.
Apabila tidak melakukan tes, maka masyarakat tidak boleh naik pesawat. Sedangkan biaya PCR, kata Taqwaddin Husin, masyarakat harus membayar dengan biaya mahal. Bahkan, kata dia, ada rute pesawat yang biaya PCR sama dengan harga tiket pesawat.
Baca Juga: Target 200 Juta di Akhir Tahun, Pemerintah Baru Berikan Vaksin Kedua ke 67 Juta Orang
“Belum lagi tidak semua daerah kabupaten ada tempat PCR. Pokoknya ribet lah,” tegasnya.
Ia juga mengaku mendengar keluhan dan gerutu beberapa orang pekerja konstruksi yang kebetulan satu pesawat dengan dirinya saat melakukan penerbangan pada Jumat lalu, sehingga hal ini dirasakan sangat membebani rakyat.
Selain itu, tegas Taqwaddin Husin, kebijakan wajib tes PCR ini juga kontra produktif dengan upaya menggerakkan iklim parawisata yang sedang "sakit" ditikam COVID-19.
“Dalam rangka membangun herd immunity, saya pikir mewajibkan vaksin bagi setiap orang adalah sudah benar. Tetapi menambah kebijakan PCR bagi penumpang pesawat terbang, menurut saya, sudah tidak lagi betul. Ini lebay,” kata dia.
Ia juga menyarankan agar kebijakan tes PCR sebelum terbang menggunakan pesawat udara perlu ditinjau kembali dan dibatalkan.
Baca Juga: Syarat Wajib PCR Untuk Penumpang Pesawat Jawa-Bali Dinilai Memberatkan
“Kalau perlu, cukup tes antigen saja,” demikian Taqwaddin Husin.