Tak Ada Ampun, Pengemplang Dana BLBI Tak Bakal Dapat Keringanan Bayar Utang

Jum'at, 22 Oktober 2021 | 19:01 WIB
Tak Ada Ampun, Pengemplang Dana BLBI Tak Bakal Dapat Keringanan Bayar Utang
Tak Ada Ampun, Pengemplang Dana BLBI Tak Bakal Dapat Keringanan Bayar Utang. Ilustrasi uang. [Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah memastikan akan terus mengejar para debitur dan obligor penikmat dana talangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diberikan saat krisis moneter 1998 silam. Bahkan pemerintah menegaskan akan menagih seluruh utang tersebut tanpa diberikan keringanan sedikit pun.

Asal tahu saja, pemerintah memberikan keringanan kepada debitur pelaku usaha UMKM yang mengalami kesulitan membayar pinjaman mereka, tetapi untuk para debitur dan obligor BLBI tidak berlaku.

"Ini tidak berlaku bagi debitur BLBI. Mereka tidak masuk," kata Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain DJKN Lukman Efendi dalam konfrensi pers virtualnya, Jumat (22/10/2021).

Menurutnya, program keringanan pembayaran piutang ini ditujukan kepada masyarakat dan UMKM yang memiliki utang ke negara maksimal Rp 5 miliar. Sedangkan debitur dan obligor BLBI memiliki utang di atas Rp1 triliun.

Baca Juga: Kejar Aset Negara dari Kasus BLBI, Satgas Kini Punya Keppres dan Personel Anyar

"Jadi memang sasaran kami debitur yang kecil-kecil, yang diserahkan dari Kementerian/Lembaga. Kalau BLBI (utangnya) yang biasanya besar-besar, ada Rp1 triliun, Rp2 triliun dan Rp3 triliun. Ini gak masuk skema kita," paparnya.

Sebelumnya, pemerintah secara serius melakukan upaya untuk menyelesaikan hak tagih atas dana BLBI dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas).

Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.

Satgas dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti. Ini mengakibatkan kerugian negara mencapai sekitar Rp 110,4 triliun. 

“Jadi ini adalah hak tagih negara yang berasal dari krisis perbankan tahun 97/98. Jadi memang pada saat itu negara melakukan bail out melalui Bank Indonesia yang sampai hari ini pemerintah masih harus membayar biaya tersebut,” ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Konferensi Pers beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Buru Rekening Jumbo Sindikat Narkoba, Jokowi Diminta Bentuk Satgas Khusus Seperti BLBI

Dalam melakukan upaya penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara, kelompok kerja (pokja) satgas BLBI dibagi menjadi tiga. Masing-masing pokja merupakan perwakilan dari Kementerian/Lembaga.

Pertama, Pokja Data dan Bukti yang bertugas melakukan pengumpulan, verifikasi dan klasifikasi, serta tugas lain dalam rangka penyediaan data dan dokumen terkait debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, perjanjian atau dokumen perikatan lainnya dan data/dokumen lain sehubungan penanganan hak tagih BLBI. Pokja ini terdiri atas perwakilan Kementerian Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Kedua, Pokja Pelacakan yang bertugas melakukan pelacakan dan penelusuran data debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, dan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak lain di dalam dan luar negeri. Pokja ini terdiri dari perwakilan Badan Intelijen Negara, Kemenkeu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Ketiga, Pokja Penagihan dan Litigasi yang bertugas melakukan upaya penagihan, tindakan hukum/upaya hukum yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang dana BLBI baik di dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, pokja ini juga melakukan upaya hukum lainnya yang diperlukan. Pokja ini terdiri dari perwakilan Kejaksaan, Kemenkeu, dan Kemenkopolhukam.

Sesuai dengan Keppres tersebut, Satgas diberikan jangka waktu sampai dengan 31 Desember 2023. “Tim satgas kita harap akan menggunakan seluruh instrumen yang ada di negara ini. Kita berharap tentu masa tugas tiga tahun bisa dilaksanakan dengan kerja sama yang erat,” pungkas Menkeu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI