Suara.com - Tren investasi aset kripto semakin marak di seluruh dunia. Minat masyarakat Indonesia terhadap aset digital kian meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini terlihat dari jumlah investor dan volume transaksi yang melonjak secara eksponensial.
Antusiasme besar masyarakat pada uang kripto (cryptocurrency) terlihat meningkat di semester I-2021. Selama 3 bulan, tepatnya pada Mei hingga Juli 2021, transaksi uang digital di Indonesia meningkat signifikan, hampir mencapai Rp470 triliun.
Kondisi tersebut sejalan dengan meningkatnya jumlah akun aset kripto dari 3 juta menjadi 7 juta akun, seiring dengan penerapan teknologi blockchain yang terus berkembang.
Peningkatan minat investor terhadap aset kripto di Indonesia perlu dibarengi dengan gerakan literasi dan edukasi agar masyarakat memahami aset kripto.
Baca Juga: Viral Remaja Ini Ngaku Punya 3019 Bitcoin Pada 2010, Kini Harganya Rp2,69 Triliun
Blockchain adalah sebuah teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan data digital yang terhubung melalui kriptografi. Penggunaan teknologi blockchain tidak bisa dilepaskan dari Bitcoin dan Cryptocurrency, meski ada banyak sektor yang bisa memanfaatkan teknologi ini.
Jika dilihat dari sistem penamaanya, blockchain sendiri terdiri dari dua kata, yakni block yang berarti kelompok, dan chain atau rantai. Hal ini mencerminkan cara kerja blockchain yang memanfaatkan resource komputer untuk membuat blok-blok yang saling terhubung (chain) guna mengeksekusi sebuah transaksi.
Melalui temuan cara bertransaksi Bitcoin tersebut, secara bersamaan konsep Blockchain pun pada awalnya yang hanya digunakan untuk mengamankan transaksi uang digital tersebut, hingga sekarang telah mengalami perkembangan pesat yang dapat diterapkan dalam berbagai hal, terutama pada bidang digital yang mengutamakan kepercayaan, keamanan, dan kevaliditasan sebuah transaksi data.
Namun, pada kenyataannya masih ditemukan pemikiran terkait definisi Blockchain dan cryptocurrency seperti Bitcoin merupakan hal yang sama pada masyarakat awam.
Sebenarnya pemikiran tersebut tentu saja merupakan sebuah kekeliruan yang harus diluruskan. Pada dasarnya Blockchain tentu saja tidak sama dengan cryptocurrency seperti Bitcoin atau mata uang digital lainnya.
Baca Juga: Harga Bitcoin Bullish Terus-terusan, Capai Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah
Bitcoin bukan satu-satunya aset kripto yang mendulang popularitas selama pandemi Covid-19. Belakangan, ada nama Non-Fungible Token atau yang lebih dikenal dengan NFT ikut mendapat perhatian.
Secara umum, NFT merupakan bagian dari teknologi blockchain, yang mana semua aset digital, bisa disertakan dengan data maupun copyright, sehingga pemilik gambar, foto, video, maupun karya virtual lainnya, bisa menyimpan data-data yang dimiliki berkaitan dengan karyanya tersebut ke dalam ekosistem blockchain.
Saat ini, NFT bahkan telah merambah ke berbagai bidang seperti collectibles, hak kekayaan intelektual, sertifikasi, instrumen keuangan, perpajakan, permainan, dan banyak lainnya.
NFT berbeda dari cryptocurrency klasik seperti Bitcoin dalam fitur bawaannya. Bitcoin adalah koin standar, di mana semua koin setara dan tidak dapat dibedakan.
Sebaliknya, NFT bersifat unik yang tidak dapat dipertukarkan, sehingga cocok untuk mengidentifikasi sesuatu atau seseorang dengan cara yang unik.
Secara spesifik, dengan menggunakan NFT pada kontrak pintar, seorang pencipta dapat dengan mudah membuktikan keberadaan dan kepemilikan aset digital dalam bentuk video, gambar, seni, tiket acara dan lain-lain.
Selanjutnya, pencipta juga dapat memperoleh royalti setiap kali terdapat perdagangan yang sukses di pasar NFT mana pun atau dengan pertukaran peer-to-peer.
Beberapa karya seni NFT telah terjual dengan harga yang tinggi, seperti contohnya lukisan berjudul Everydays karya seniman Beeple yang laku terjual hampir Rp 1 triliun di balai lelang Christie’s. Di Indonesia, lukisan karya seni NFT pertama “A Portrait of Denny JA: 40 Years in the World of Ideas” telah terjual seharga Rp 1 miliar.
Terkait itulah BKRAF Denpasar bekerja sama dengan Kepeng.io meluncurkan Bali Blockchain Center pada (16/10) lalu. Menurut Ketua Pelaksana Harian Badan Kreatif (BKRAF) Denpasar, I Putu Yuliartha, peluncuran Bali Blockchain Center bertujuan memberi literasi kepada masyarakat untuk memahami teknologi crypto-currencies dan blockchain sehingga dapat mengembangkan diri di dalamnya secara benar dan efektif.
Hal ini dikarenakan blockchain merupakan teknologi baru yang memerlukan pemahaman dan sejumlah referensi teknologi terkini, dengan sasaran utama pendirian Bali Blockchain Center adalah kalangan mahasiswa dan masyarakat peminat aset kripto di Kota Denpasar.
Pendirian Bali Blockchain Center ini diarahkan untuk menjadikan Kota Denpasar sebagai salah satu pusat pengembangan teknologi blockchain dan tokenisasi dunia dalam jangka panjang.
CEO Kepeng.io, I Gede Putu Rahman Desyanta mengatakan bahwa Baliola.com adalah ekosistem yang dibentuk oleh Kepeng.io sebagai marketplace yang menjual produk kreatif seniman baik digital maupun non digital dalam bentuk NFT (Non-Fungible Token).
Perilisan versi Beta dari Baliola menjadi momentum yang ditunggu-tunggu oleh setiap seniman dan penggiat NFT dengan penerbitan proses minting karya seni menjadi item NFT. Pada proses minting NFT, seniman dapat menentukan pilihan harga jual (price) dalam nilai Token Kepeng (KPG) yang dapat ditentukan secara mandiri oleh seniman melalui tiga pilihan, yakni fix price, timed auction, serta open for bids.
Selain itu, pada proses minting NFT seniman dapat mengkolaborasikan berbagai komponen pendukung dalam karya seni itu sendiri. Baliola menyediakan fitur bagi para seniman untuk membuat karya seni mereka memiliki nilai yang lebih tinggi, baik dari segi estetika maupun nilai jual kepada penikmat seni lewat berbagai properti yang dapat ditambahkan oleh setiap seniman dalam karya seninya di Baliola.com, seperti dokumen pendukung, video, foto, maupun opsi bagi seniman untuk menyertakan karya seninya dalam bentuk fisik.