Wacana Revisi PP 109/2012 Tidak Mendesak dan Belum Penuhi Unsur Partisipasi Publik

Jum'at, 22 Oktober 2021 | 06:04 WIB
Wacana Revisi PP 109/2012 Tidak Mendesak dan Belum Penuhi Unsur Partisipasi Publik
Tembakau merupakan bahan utama rokok. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Universitas Jenderal Ahmad Yani (UNJANI) menggelar diskusi virtual bertema “Proses Pembentukan Kebijakan Dalam Menentukan Langkah Strategis Pemerintah, Studi Kasus Industri Hasil Tembakau”.

Diskusi ini bertujuan membahas wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau yang ramai diperbincangkan (PP 109/2012).

Menurut akademisi UNJANI, rencana revisi PP 109/2012 sebaiknya tidak dilanjutkan karena tidak memiliki urgensitas dan sarat akan adanya intervensi asing yang mengganggu kedaulatan negara.

“Berkenaan dengan masalah revisi PP 109/2012 ini terdapat pihak tertentu yang mengganggu kedaulatan negara berkaitan dengan Industri Hasil Tembakau (IHT). Padahal kalau kita bicara mengenai industri hasil tembakau ini banyak menopang lapangan kerja, kehidupan masyarakat dan juga perekonomian nasional,” terang Pakar Hukum Internasional sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), Profesor Hikmahanto Juwana dalam paparannya ditulis Jumat (22/10/2021).

Belakangan, kata Hikmahanto, ia mendengar adanya LSM luar negeri yang berupaya untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

“Pemerintah sendiri sangat teguh untuk tidak mau diatur oleh negara lain ataupun LSM asing tersebut. Tapi bukannya tidak mungkin bahwa LSM asing ini menggunakan kekuatan uangnya untuk mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan,” ungkap Hikmahanto.

Di Indonesia sendiri, kata Hikmahanto, khususnya berkenaan dengan IHT, dari aspek kesehatan sudah ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang mana sudah ada aturan turunannya seperti PP 109/2012. Pengaturan yang lebih rendah berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Peraturan Daerahnya juga sudah banyak.

“Kalau bicara soal kesehatan saya setuju untuk diselesaikan. Tapi ini ada LSM asing yaitu Bloomberg Philanthropies yang menyalurkan uang kepada LSM lokal untuk mendorong projek-projek yang ingin mematikan Industri Hasil Tembakau. Ini yang saya tidak setuju,” kata Hikmahanto.

Di waktu yang sama, Pengamat sekaligus Dosen dan Ahli Kebijakan Publik UNJANI, Riant Nugroho menilai, dalam konteks membuat kebijakan, pemerintah tidak bisa menyusun atas dasar kepentingan satu pihak saja. Begitupun dalam hal revisi PP 109/2012, yang mana pemerintah tidak hanya untuk melindungi kesehatan, melainkan juga melindungi semua pihak khususnya petani tembakau dan Industri Hasil Tembakau.

Baca Juga: Pekerja IHT Meminta ke Jokowi untuk Tak Naikkan Cukai Rokok

“Pembuatan kebijakan yang unggul itu ada tiga ciri. Yakni harus cerdas, bijaksana, dan memberikan harapan. Jadi proses revisi (PP 109/2012) yang hari ini dikerjakan, lebih baik berhenti dulu, back to zero, kemudian baru digagas, apakah kebijakan yang ada ini ada sudah mencapai hasil yang dulu dikehendaki, atau kurang, atau justru melebihi. Jadi, harus ada kajian kebijakan yang baik, baru kemudian disusun langkah selanjutnya. Pembuatan kebijakan pun, dalam demokrasi Pancasila yang dewasa, perlu melibatkan publik, yaitu mereka yang terdampak dengan kebijakan dan pakar kebijakan public,” demikian kata Riant Nugroho.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI