Suara.com - Maskapai BUMN, Garuda Indonesia kini nasibnya berada di ujung tanduk. Emiten dengan kode GIAA itu nampaknya sudah sulit untuk diselamatkan.
Hal ini berkaca pada hal yang disampaikan Kementerian BUMN, bahwa tidak ada opsi yang lebih baik dibandingkan dengan membubarkan Garuda Indonesia. Bahkan, meskipun restrukturisasi utang senilai Rp70 triliun berhasil dilakukan meski dianggap sulit.
Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, nilai utang Garuda kelewat besar sehingga sulit diselamatkan hanya dengan penyertaan modal negara (PNM).
Meski hingga kini Garuda Indonesia masih mengupayakan restrukturisasi utang dengan para kreditur dan perusahaan penyewa pesawat (lessor). Namun, ia tak memungkiri adanya kemungkinan untuk pailit.
Baca Juga: Jerat Maut Bunga Tinggi Pinjol: Rakyat Depresi hingga Bunuh Diri, Tertekan Lunasi Utang
"Kalau mentok (restruktutasi), ya kita tutup (Garuda Indonesia). Tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar," kata dia, dikutip dari Warta Ekonomi.
Sementara, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menganggap opsi penutupan sebagai salah satu pandangan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham mayoritas.
Namun demikian, Irfan menegaskan bahwa Garuda Indonesia saat ini akan fokus pada restrukturasi utang yang sudah berjalan belakangan ini.
Restrukturasi utang menjadi semakin intensif demi menunjang perbaikan kinerja fundamental emiten penerbangan BUMN itu.
"Fokus utama kami di Garuda Indonesia saat ini adalah untuk terus melakukan langkah akseleratif pemulihan kinerja yang utamanya dilakukan melalui program restrukturasi menyeluruh yang tengah kami rampungkan," pungkasnya.
Baca Juga: Ibu Rumah Tangga Dipenjara, Ternyata Tak Kuat Bayar Utang Rp25 Miliar ke Rentenir