Suara.com - Repatriasi adalah perubahan nilai suatu mata uang ke mata uang negara lain. Repatriasi biasa dilakukan dengan alasan transaksi bisnis, investasi asing atau keperluan dalam perjalanan internasional.
Dalam konteks yang lebih luas, repatriasi bisa diartikan sebagai, kembalinya seorang warga negara dari perjalanan atau negara asing yang pernah ia tinggali dalam waktu yang lama atau tempat tinggalnya ke negaranya sendiri.
Melansir dari Warta Ekonomi, dalam bidang usaha, repatriasi biasanya mengacu pada konversi modal luar negeri kembali ke mata uang negara tempat perusahaan berada.
Sebagai contoh, ada banyak perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat namun memiliki pendapatan di luar negeri.
Baca Juga: Memahami Apa Itu UU HPP dan Sekilas Isinya
Saat ini, ada sekian banyak perusahaan yang memilih untuk tidak memulangkan pendapatan luar negeri mereka guna menghindari pajak perusahaan yang dibebankan atas dana repatriasi.
Selain itu, ada pula warga negara yang pulang dari kunjungan luar negeri memilih untuk memulangkan mata uang mereka. Contohnya, seseorang baru kembali dari Jepang akan mengubah sisa yen mereka menjadi rupiah.
Apabila hal ini terjadi dalam jumlah besar, seperti halnya korporasi maka pendapatan tersebut dapat berpengaruh pada risiko nilai tukar mata uang asing.
Sehingga dapat diartikan, mereka berpotensi kehilangan atau memperoleh nilai berdasarkan fluktuasi nilai kedua mata uang tersebut.
Repatriasi dalam konteks pengampunan pajak adalah kembalinya harta warga negara yang berada di luar negeri. Dengan demikian, dalam konteks perpajakan Indonesia, pengertian repatriasi adalah proses pengembalian akumulasi penghasilan berupa aset atau harta dari luar negeri ke wilayah Indonesia.
Baca Juga: Intip Lagi UU HPP yang di Dalamnya Mengatur Pajak Karbon Rp 30 Per Kg CO2e