Suara.com - Pemerintah akan mulai memungut pajak karbon untuk pertama kalinya pada 1 April 2022 mendatang, tarif yang ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengenaan pajak karbon merupakan komitmen pemerintah Indonesia untuk bersama-sama dengan negara dunia untuk mengurangi perubahan iklim.
"Elemen pajak karbon yang baru mulai 1 April 2022 namun ikuti peta jalan di bidang karbon atau berhubungan dengan climate change," kata Sri Mulyani dalam konfrensi persnya, ditulis Jumat (8/10/2021).
Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini Kamis lalu (7/10/2021) mengatur berbagai kebijakan perpajakan, salah satunya mengenai pengenaan pajak baru berupa pajak karbon.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut UU HPP Bakal Dongkrak Penerimaan Negara Hingga Rp 130 Triliun
Untuk tahap awal, mulai tahun 2022, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).
Tarif Rp30 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan.
Penerapan pajak karbon menurut RUU HPP akan dilakukan secara bertahap dan diselaraskan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy. Hal ini untuk meminimalisasi dampaknya terhadap dunia usaha namun tetap mampu berperan dalam penurunan emisi karbon.
Pengenaan pajak ini sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Selain itu kebijakan ini merupakan sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon dan ramah lingkungan.
Baca Juga: Rencana Sri Mulyani Naikkan Tarif Cukai Ditanggapi Anggota Wantimpres