Suara.com - Sepak bola di era masa kini tidak hanya dijadikan sebagai hobi, tetapi juga telah menjadi sebuah hiburan tontonan atau lahan industri di dunia olahraga, yang menjadikan pemainnya sebagai profesi atau tenaga kerja pada klub melalui perekrutan hingga perjanjian kontrak kerja.
Pemain dan klub sepak bola memiliki hubungan kerja. Perjanjian dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Namun, terkadang terdapat masalah-masalah yang timbul yang didasari oleh perjanjian kerja tersebut.
Atas dasar itu, Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Binwasnaker dan K3 menggelar Dialog Interaktif Perlindungan Ketenagakerjaan bagi Pemain Sepak Bola Profesional pada Kamis (7/10/2021) di Kota Tangerang, Banten.
Dialog dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan perlindungan ketenagakerjaan bagi pemain sepak bola profesional.
Baca Juga: Dukung 9 Lompatan Besar, Kemnaker Upayakan SDM Ketenagakerjaan yang Kompeten
Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang menyatakan, salah satu kasus yang terlihat jelas adalah tidak dibayarnya gaji pemain sepak bola yang seharusnya diterima.
"Kasus ini sangat marak di Indonesia, dan tidak sedikit jumlah pemain sepak bola yang mengalaminya. Bahkan dalam beberapa kasus, tidak dibayarnya gaji pemain menjadi suatu hal yang sangat memprihatinkan untuk pemain itu sendiri," ujar Haiyani.
Untuk itu ia berharap, dengan adanya dialog interaktif ini, perlindungan ketenagakerjaan bagi pemain sepak bola professional akan lebih baik dan dapat meminimalisir permasalahan-permasalahan yang terjadi di industri sepak bola nasional.
"Apalagi, Bu Ida Fauziyah (Menaker) sangat mendukung upaya untuk memberikan perlindungan ketenagakerjaan bagi pemain sepak bola ini," ucapnya.
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari memastikan bahwa antara pemain dan klub sepak bola memiliki hubungan kerja. Oleh karenanya, pemain sepak bola termasuk sebuah profesi atau pekerja.
Baca Juga: Menaker: Pegawai Kemnaker Harus Jadi Role Model Peningkatan Kapasitas SDM
"Jadi menurut saya, yang sangat perlu ditegaskan pada pertemuan ini adalah bahwa teman-teman pemain ini memiliki hubungan kerja dengan klubnya. Mereka adalah pekerja yang berarti sejalan dengan revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional yang dilakukan Komisi IX bahwa pemain bola adalah profesi. Profesi itu ya pekerja," ucap Dita.
Adapun terkait kesejahteraan dan perlindungan keselamatannya, kata Dita, menggunakan standar-standar ketenagakerjaan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Nah standar-standar itu harus masuk dalam kontrak kerja. Apakah BPJS ketenagakerjaannya, jaminan sosialnya, KK, JKM, JHT, JP. Ini perlu didiskusikan," ucapnya.
General Manajer Asosiasi Pesapak Bola Profesional Indoneska (GM APPI), M Hardika Aji menyambut positif upaya Pemerintah melalui Kemnaker yang berupaya memberikan pelindungan ketenagakerjaan kepada pemain sepak bola.
"Upaya dari Kememterian Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan ketenagakerjaan bagi pemain sepak bola telah memunculkan harapan-harapan baru," ucap Aji.
Menurut Aji, perlindungan berupa jaminan secara finansial dari klub bagi pemain sepak bola sudah bagus. Namun, untuk perlindungan masa depannya, seperti Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun belum ada.
Ia menyatakan, ketentuan untuk standar perlindungan ketenagakerjaan bagi pekerja telah tertera dalam UU Cipta Kerja. Hanya saja, sambungnya, peraturan tersebut harus diimplementasikan, sehingga pemain sepak bola benar-benar memperoleh perlindungan ketenagakerjaan.
"Ini tinggal pengimplementasinya dan cara penindaklanjutan ketika ada pihak-pihak yang tidak menjalankan regulasi yang ada,"
Dialog interaktif ini diikuti Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna; Ketua Komisi X DPR-RI, Syaiful Huda; Deputi Direktur Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, Muhyidin; Head Legal APPI, Jannes H. Silitonga; dan dari perwakilan sejumlah klub sepak bola Indonesia.