Suara.com - Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan, PLTU tidak lagi jadi pilihan pembangunan energi lantaran saat ini pemerintah mencanangkan transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.
"Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang dan ruang cukup besar untuk pengembangan energi baru terbarukan," ujar dia.
Ia menambahkan, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL 2021-2030 PT PLN (Persero) yang disahkan pada 28 September lalu, memproyeksikan tambahan kapasitas pembangkit energi fosil dalam 10 tahun hanya 19,6 gigawatt atau 48,4 persen.
Sedangkan tambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan mencapai 20,9 gigawatt atau sekitar 51,6 persen.
Baca Juga: Begini Aturan Lengkap Biaya Kompensasi Penggunaan Lahan Pembangunan Jaringan Listrik
Penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt selama satu dekade ini, pemerintah bakal membuka opsi swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk pengembangan pembangkit berbasis energi baru terbarukan.
Menurut Arifin, arah kebijakan energi nasional telah sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement, yaitu penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan National Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
"Saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan road map menuju net zero emission," ungkap dia, dilansir dari Antara.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa salah satu tantangan yang harus dihadapi menuju net zero emission adalah menyediakan listrik dari sumber energi yang rendah karbon.
Komitmen itu berdampak terhadap keharusan mengurangi dominasi fosil terutama batu bara pada sektor pembangkitan yang saat ini cukup besar, tapi memiliki harga yang relatif murah.
Baca Juga: PLTU Mulut Tambang PTBA Butuh 5,4 Juta Ton Batu Bara per Tahun, Terbesar di Indonesia
"Selain itu, industri juga dituntut untuk menggunakan energi yang rendah karbon agar produknya dapat diserap oleh pasar internasional," pungkas Arifin.