Dipidana Seumur Hidup, Pakar: Uang Pengganti di Kasus Jiwasraya Sebaiknya Tidak Memaksa

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 05 Oktober 2021 | 08:32 WIB
Dipidana Seumur Hidup, Pakar: Uang Pengganti di Kasus Jiwasraya Sebaiknya Tidak Memaksa
Majelis hakim membacakan vonis untuk empat orang terdakwa korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) yaitu Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya 2008-2014 Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto melalui "video conference" di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10/2020). [Antara/Desca Lidya Natalia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kejaksaan Agung menyatakan bakal memburu harta dua terpidana perkara Asuransi Jiwasraya yakni Benny Tjokro dan Heru Hidayat untuk menutupi uang pengganti yang tak terbayarkan.

Terkait hal tersebut Pakar Hukum Pencucian Uang, Yenti Garnasih menuturkan bahwa dalam kasus ini sebaiknya uang pengganti sifatnya tidak memaksa karena keduanya telah dipidana seumur hidup.

"Bagaimana kalau terpidana gak punya uang atau tidak bisa membayar, tentu khan diganti dengan pidana penjara. Lha ini khan terpidananya sudah dijatuhi pidana seumur hidup, jadi bagaimana memaksanya?," kata Yenti, ditulis Selasa (5/10/2021).

Namun, menurut Yanti, pihak Kejaksaan bisa saja menyita atau merampas kembali aset terpidana bila kejaksaan sudah sangat pasti tahu bahwa terpidana punya harta yang dimaksud.

Baca Juga: Sidang Perkara Asabri Ricuh, Pakar: Sidang Harus Terpisah, Jangan Disatukan

"Kalau terhadap tindak pidana korupsi, bisa saja harta terpidana disita dan dirampas untuk mencukupi kerugian negara, namun tetap harus atas perintah hakim," ujarnya.

Dirinya menegaskan bahwa perampasan aset untuk membayar uang pengganti bagi terpidana seumur hidup sudah tidak ada gunanya. Pasalnya, para terpidana sudah dihukum seumur hidup di penjara, dan pidana tambahan uang pengganti sudah tidak berlaku lagi.

Yenti menilai bila pelacakan aset di luar putusan pengadilan adalah tindakan ilegal jika mengacu kepada aturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Kecuali para terpidana dihukum semisal 20 tahun, dan hakim dalam putusannya memerintahkan jaksa selaku eksekutor untuk menyita atau merampas aset sebagai pidana tambahan, maka pelacakan aset untuk memenuhi kerugian negara baru bisa dilakukan," tegasnya.

Mantan ketua panselnas KPK ini juga menyebutkan bila Kejaksaan harus bertindak maksimal dalam mengusut kasus korupsi. Namun, tindakan hukum itu harus didasari putusan hakim.

Baca Juga: Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, Tersangka Korupsi Jiwasraya Dihukum Seumur Hidup

"Artinya harus sesuai putusan atas tuntutan maupun dakwaan yang diajukan dan KUHP. Tidak serta merta tiba-tiba mau cari ini itu aset yang tidak sesuai putusan," kata Yenti.

Sementara itu , kuasa hukum Benny Tjokrosaputro, Bob Hasan, menjelaskan bahwa jaksa seyogyanya dalam melakukan perhitungan aset kliennya harus nyata dan wajar.

"Tentang perhitungan yang diakibatkan dari kerugian negara yang menjadi tanggung jawab Benny Tjokro, harus dilakukan dengan transparan terkait sudah berapa banyak yang disita oleh kejaksaan berdasarkan putusan pengadilan, perhitungan itu harus nyata dan wajar. Intinya perhitungan itu harus ada dasar hukumnya, selagi masih memperhitungkan aset sitaan jangan berpikir lebih atau kurang dahulu," kata dia.

Berita ini sebelumnya dimuat WartaEkonomi.co.id jaringan Suara.com dengan judul "Dipidana Seumur Hidup, Uang Pengganti di Kasus Jiwasraya Sebaiknya Tidak Memaksa"

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI