Suara.com - Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) berharap, pemerintah tidak cukup memberi intensif tapi juga mendorong riset independen terkait profil dan risiko dari produk tembakau alternatif.
Ketua Kabar, Ariyo Bimmo mengatakan, riset tersebut nantinya bisa dijadikan acuan pembentukan kebijakan yang terkait dengan upaya mengurangi prevalensi merokok di Tanah Air.
"Pemerintah harus terbuka untuk menerapkan solusi ini (produk tembakau alternatif) sebagai pelengkap upaya yang telah ada. Cerita sukses dan presedennya telah ada. Yang perlu digarisbawahi, riset harus dilakukan secara independen, namun transparan dan partisipatif melibatkan juga konsumen, akademisi, dan dunia usaha," ujar Bimmo dalam keterangan di Jakarta, Selasa (5/10/2021).
Hingga kini, menurutnya, program yang dilakukan pemerintah guna menekan prevalensi merokok belum membuahkan hasil yang signifikan.
Baca Juga: Jaga Penerimaan Negara dari Cukai Hasil Tembakau, Ini Langkah Kantor Bea Cukai Yogyakarta
Sehingga, menurutnya diperlukan solusi yang berbeda untuk mengurangi masalah merokok yang kompleksitasnya tinggi melalui dukungan penggunaan produk tembakau alternatif.
"Terbuka terhadap inovasi teknologi merupakan kunci. Praktek baik di negara-negara yang punya profil perokok serupa patut dijadikan pertimbangan," kata dia.
Sebagai contoh, berkat penggunaan produk tembakau alternatif, Selandia Baru berhasil menurunkan prevalensi merokok hingga menjadi 12 persen pada 2020. Pada 2025, mereka menargetkan prevalensi merokok di bawah 5 persen.
Untuk menurunkan angka 65 juta perokok aktif di Indonesia, lanjutnya, tidak bisa dengan cara yang normatif.
“Kita harus lebih cerdas. Mitigasi risikonya lalu kurangi dampaknya," ujarnya.
Baca Juga: Industri Hasil Tembakau Tanggapi Rencana Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok
Pemerintah diharapkan dapat bersikap terbuka dengan kehadiran produk yang menerapkan konsep pengurangan risiko seperti produk tembakau alternatif. Dukungan terhadap penggunaan produk tembakau altenatif, seperti produk tembakau dipanaskan, rokok elektrik, maupun snus, juga perlu diperkuat dengan insentif.
"Saya kira itu merupakan cara progresif yang justru membawa keberhasilan seperti halnya Selandia baru, Inggris, Jepang, dan negara-negara Skandinavia," kata Bimmo.