Suara.com - Aksi korporasi penambahan modal melalui penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sukses menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
Dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 96 triliun, menjadikan rights issue BBRI terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia dan tercatat tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
"Ini merupakan aksi korporasi yang terbesar di Asia Tenggara dan nomer tiga di Asia," kata Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi dalam acara IDX Opening Bell: Right Issue BRI, Rabu (29/9/2021).
Dikancah global rights issue BBRI juga masuk top 10 dunia, lebih tepatnya di peringkat ke-7 rights issue terbesar sejak 2009. Hampir 10 besarnya berasal dari industri keuangan.
Baca Juga: IHSG Dibuka Anjlok ke Level 6.100
Menurut dia aksi korporasi ini juga menunjukkan bahwa gairah investasi di pasar modal Indonesia tetap menarik meski pandemi Covid-19 masih melanda, jiak dibandingkan pasar modal di kawasan Asia Tenggara.
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang digelar, Kamis (22/7/2021) akhirnya menyetujui persetujuan atas rencana Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) alias rights issue.
Rights issue ini adalah Penawaran Umum Terbatas I (PUT I) yang dilakukan BBRI terkait rencana pembentukan Holding BUMN Ultra Mikro, bersama dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.
Direktur Utama BBRI Sunarso mengatakan dalam PMHMETD ini, Pemerintah akan menyetorkan seluruh saham Seri B miliknya dalam Pegadaian dan PNM kepada BRI atau Inbreng.
Setelah transaksi, BRI akan memililiki 99,99 persen saham Pegadaian dan PNM. Disamping itu, Pemerintah akan tetap memiliki 1 (satu) lembar saham Seri A Dwiwarna pada Pegadaian dan PNM.
Baca Juga: Hindari Penyalahgunaan Informasi, BRI Minta Masyarakat Hati-hati dalam Surfing Digital
"Perseroan merencanakan penerbitan sebanyak-banyaknya 28.677.086.000 saham Seri B dengan nilai nominal sebesar Rp 50. Adapun jumlah lembar saham dan harga pelaksanaan akan disampaikan kemudian,” kata Sunarso dalam konfrensi pers secara virtual.
Dana hasil dari aksi korporasi ini akan dimanfaatkan oleh BRI untuk pembentukan Holding Ultra Mikro yang dilakukan melalui penyertaan saham BRI dalam Pegadaian dan PNM, sebagai hasil dari inbreng Pemerintah.
Selebihnya akan digunakan sebagai modal kerja BRI dalam rangka pengembangan ekosistem Ultra Mikro, serta bisnis Mikro dan Kecil.
Aksi korporasi ini nantinya akan berdampak kepada laporan keuangan konsolidasian BRI pada tanggal 31 Maret 2021, diantaranya total aset BRI meningkat dari Rp1.411 triliun menjadi Rp1.515 triliun, total liabilitas BRI meningkat dari Rp1.216 triliun menjadi Rp1.289 triliun; dan laba bersih BRI meningkat dari Rp7 triliun menjadi Rp8 triliun.
Sunarso menambahkan bahwa Holding Ultra Mikro ini tidak saja memberikan manfaat bagi BRI, Pegadaian dan PNM namun juga bagi pelaku usaha Ultra Mikro dan perekonomian nasional.
"PNM akan berperan di fase Empowerment. Pinjaman kelompok yang disalurkan PNM selain bernilai sebagai pembiayaan, juga berfungsi dalam pemberian asistensi dan peningkatan kapabilitas," katanya.
Kemudian, di fase Integration, BRI dan Pegadaian dapat membantu pelaku usaha di segmen tersebut dengan berbagai produk gadai maupun KUR.
Dan pada tahap terakhir pada fase Upgrade, Holding Ultra Mikro memungkinkan pelaku usaha Ultra Mikro naik kelas menjadi nasabah Mikro BRI yang berbasis komersial.
"Proses dimaksud akan terjadi dalam satu ekosistem sehingga lebih efektif dan efisien," pungkasnya.