Hingga sekarang juga belum ada langkah apapun untuk pelanggaran ataupun keterlanjuran yang terjadi.
Kebun sawit rakyat di kawasan hutan juga masih sangat minim yang teridentifikasi. Langkah penyelesaian yang diharapkan melalui reformasi agraria juga belum dilakukan.
Pendataan data kebun sawit, terutama sawit rakyat, belum terkonsolidasi dengan baik antar instansi pemerintah. Saat ini data yang dihimpun SPOS Indonesia menunjukkan sawit Rakyat ber – STDB baruseluas kurang lebih 28,000 hektar, dari klaim 40% dari total tutupan sawit (6,7 juta hektar).
Dari sisi produksi, upaya peningkatan produktivitas masih jauh dari harapan. Peremajaan sawit baru terealisasi kurang lebih 63 ribu hektar. Kementerian Pertanian juga belum memfasilitasi sawit rakyat menuju ISPO atau perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit atau dikenal sebagai moratorium sawit ditandatanganu Presiden Jokowidodo 19 September 2018.
Setelah Inpres berakhir 19 September 2021, pemerintah belum menentukan sikap apakah akan menghentikan atau melanjutkan moratorium.
Ruandha Agung Sugardiman Direktur jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dan menyusun kembali langkah-langkah untuk menata sawit.
Secara marathon, dengan instansi kementerian lainnya, KLHK terus mengidentifikasi berapa banyak kebuh kelapa sawit yang merambah ke dalam kawasan hutan.
“Usulan-usulan untuk mempercepat penataan sawit sudah kami ajukan ke presiden dan masih menunggu tanggapan dari bapak presiden,” kata Ruandha.
Baca Juga: Kelapa Sawit Harus Jadi Bagian Aset Nasional
KLHK juga telah menyusun berbagai bentuk sanksi atas pelanggaran tersebut. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, seluas 3,37 juta hektare (ha) lahan sawit berada dalam kawasan hutan dan baru sekitar 700.000 ha yang telah selesai diproses penyelesaiannya.