Suara.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta mengklaim, impor jagung bisa jadi solusi menjaga kestabilan harga pakan ternak dan mengatasi kenaikan harga pakan ternak.
Padahal, menurut Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi, stok jagung di Indonesia saat ini berlimpah atau surplus mencapai 2,37 ton hingga pekan kedua September 2021.
“Stok beras diperkirakan mencapai 7,62 juta ton, jagung 2,37 juta ton, cabai besar 16.000 ton, cabai rawit 17.000 ton, bawang merah 35.000 ton dan komoditas lainnya dalam kondisi surplus dan aman,” kata Harvick, beberapa saat lalu.
Ketua Gopan Herry Dermawan juga mengatakan ada kejanggalan terkait kenaikan harga jagung tersebut. Ia curiga ada oknum yang sengaja menimbun jagung.
Baca Juga: Mahasiswa dan Peternak Ditangkap saat Kunjungan Jokowi, DPR Minta Kapolri Tak Represif
“Ada sesuatu yang tidak benar tolong dibikinkan tim investigasi, barangkali ada yang menimbun,” kata Herry, Senin (20/9/2021).
Sementara, Aditya Alta menjelaskan, relaksasi impor jagung pakan ternak akan dapat menghindari persaingan tinggi antara semua pengguna komoditas tersebut, mulai dari peternak rakyat hingga perusahaan pengolahan besar.
"Pemerintah perlu mengevaluasi beberapa hal dalam tata niaga jagung, seperti membuka impor jagung pakan di Indonesia melalui revisi Permendag Nomor 21 Tahun 2018 yang hanya memberikan hak mengimpor jagung untuk kebutuhan pakan kepada Bulog," kata Aditya Alta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/9/2021).
Ia mengingatkan bahwa daging ayam merupakan sumber protein utama di Indonesia, sehingga harga yang tinggi tentu akan mempersulit masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan sumber protein utama tersebut.
"Pembebasan impor jagung memungkinkan produksi komoditas (ayam) yang lebih efisien," kata dia.
Baca Juga: Diserang Virus Hingga Harga Anjlok, Peternak Ayam Petelur di Gunungkidul Bertumbangan
Menurut Aditya, menghapuskan proteksi perdagangan untuk jagung juga memungkinkan Indonesia memodernisasi industri ayam.
Agar bermanfaat bagi sektor perunggasan, lanjutnya, penghapusan intervensi pemerintah dalam perdagangan, termasuk dalam bidang pakan ternak, juga harus dibarengi dengan dukungan pemerintah di sektor infrastruktur.
"Pemerintah harus berinvestasi untuk meningkatkan akses jalan raya, dengan fokus untuk menghubungkan pelabuhan dengan area pertanian terdekat. Hal ini secara langsung dapat menguntungkan proses produksi yang memungkinkan penurunan biaya transportasi," kata Aditya.
Ia mengemukakan bahwa infrastruktur transportasi yang lebih baik juga memungkinkan pergerakan alat berat yang dapat membantu peternakan unggas menjadi lebih modern dan meningkatkan efisiensi produksi.
Selain itu, menurut dia, pemerintah sebaiknya tidak bergantung pada kebijakan pengaturan harga seperti penentuan harga acuan, karena pengalaman selama ini menunjukkan susah menegakkan kebijakan demikian.
"Penggunaan subsidi, selain membebani fiskal juga merupakan instrumen yang distortif sementara mematok harga jagung di bawah harga pasar menghalangi petani jagung menikmati harga yang pantas sesuai mekanisme pasar," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi juga sudah mengatakan pihaknya sedang mengupayakan agar harga pakan jagung untuk peternak dapat turun menjadi Rp4.500 per kilogram.
Lutfi mengakui dalam beberapa waktu terakhir memang terjadi ketidakseimbangan dalam industri perunggasan domestik karena tingginya harga pakan jagung dan gandum. Kenaikan harga pakan tersebut memicu kenaikan biaya produksi petani dan peternak.