Suara.com - Ketua Forum Suplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSBBI) Antonius Tan menyebut masuknya produk keramik impor (ubin porselen) ke pasar dalam negeri sesungguhnya tidak mengganggu kinerja industri ubin keramik lokal.
Pasalnya, tambah Antonius, segmen pasar produk keramik impor (ubin porselen) dengan keramik lokal justru berbeda. Bahkan, masuknya produk ubin porselen impor akan menambah khasanah pilihan produk keramik untuk masyarakat Indonesia.
"Pasar impor ubin porselen sudah tercipta sejak 15 tahun lalu dimana mayoritas dibutuhkan untuk segmen menengah keatas. Jadi, sesungguhnya tidak mengganggu, sasarannya juga berbeda, dan justru saling melengkapi," kata Antonius Tan melalui keterangannya ditulis Kamis (16/9/2021).
Dijelaskan Antonius, segmen ubin keramik konvensional saat ini memang sudah jauh ditinggalkan. Hal ini seiring dengan semakin sejahtera-nya kehidupan masyarakat di negara-negara maju seperti Eropa, Amerika Serikat, hinggga China.
"Ini harus diwaspadai oleh industri ubin keramik lokal berbasis tanah lempung merah, kalau tidak akan tergilas dengan kemajuan teknologi dan tuntutan pasar," jelasnya.
Menurutnya, importasi produk ubin porselen akan terhenti dengan sendirinya tanpa perlu dihambat, bila saja industri dalam negeri siap dengan teknologi pembuatan ubin porselen.
"Apalagi saat ini, industri keramik lokal sudah ditunjang dengan penurunan harga gas dan ketersediaan kaolin dalam negeri termasuk feldspar didalamnya untuk menghasilkan produk premium dengan harga yang kompetitif," terangnya.
Disisi lain, lanjut Antonius, sudah saatnya industri ubin keramik lokal melakukan transformasi agar dapat memproduksi ubin porselen yang merupakan tujuan ditetapkannya pengenaan aturan safeguard (BMTP).
"Bila tidak berhasil, maka dapat dikatakan kebijakan safeguard untuk produk keramik telah gagal," tutur Ketum FOSBBI.
Baca Juga: Cara Mudah Hilangkan Noda pada Keramik Putih, Bahannya Murah Meriah
Lebih lanjut, Antonius mengungkapkan bahwa kegagalan industri lokal untuk memproduksi ubin porselen bukan karena adanya produk keramik impor, melainkan ketidaksiapan industri itu sendiri.