Suara.com - Pemberian kompensasi penggunaan tanah untuk keperluan pembangungan jaringan transmisi ketenagalistrikan kini tengah diatur Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut, tahun 2030, pemerintah telah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar kurang kurang lebih 40 Gigawatt.
Dengan proyek ambisius itu, setidaknya diperlukan tambahan jaringan transmisi tenaga listrik sepanjang kurang lebih 47.000 kms.
Sebelum pembangunan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) maupun Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), terlebih dahulu dilakukan penyaluran kompensasi dari Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Baca Juga: 4 Penyebab Akselerasi Motor Transmisi Otomatis alias Matik Jadi Lambat
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2021 tentang Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, dan Tanaman yang Berada di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik.
Merujuk pada Solopos.com --jaringan Suara.com, regulasi ini merupakan salah satu turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Rida menjelaskan, kompensasi tersebut merupakan pemberian sejumlah uang kepada pemegang hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan atau benda lain yang berada di atas tanah tersebut, karena tanah tersebut digunakan secara tidak langsung untuk pembangunan ketenagalistrikan.
“Penggunaan tanah secara tidak langsung yang dimaksud di sini adalah penggunaan ruang di atas tanah untuk membentangkan konduktor SUTT maupun SUTET," kata dia.
"Pemilik tanah tersebut masih memiliki hak atas aset mereka namun aktifitas mereka dibatasi demi menjaga keamanan instalasi dan keselamatan makhluk hidup di bawahnya. Pembatasan aktivitas inilah yang patut mendapatkan sebuah penghargaan berupa pemberian kompensasi,” sambung Rida.
Baca Juga: Proyek Ambisius Pemerintah Jadikan Indonesia Negara Nomor Satu Energi Ramah Lingkungan
Sementara, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Wanhar mengatakan, ketentuan kompensasi sejalan dengan rekomendasi Ombudsman kepada Kementerian ESDM untuk menyusun dan membahas bersama dengan PT PLN (Persero) terkait pola pembiayan.
Tidak hanya pengaturan kompensasi, dalam regulasi itu terdapat sejumlah pokok yang dibahas antara lain pengubahan jenis jaringan transmisi, dari 11 jenis menjadi 16 jenis jaringan transmisi.
Ditambah lagi, penambahan ketentuan pemanfaatan ruang di bawah jaringan transmisi diantaranya mengatur aktivitas yang tidak boleh dilakukan di bawah jaringan transmisi, serta penambahan ketentuan ambang batas paparan medan elektromagnetik yang sebelumnya belum diatur.
“Ruangan di sisi kiri, kanan dan bawah bebas secara teknis aman dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain termasuk rumah tinggal sepanjang tidak masuk dalam Ruang Bebas,” ujar Wanhar.
Ia menjelaskan, regulasi ini mengatur sejumlah ketentuan agar masyarakat tidak melakukan beberapa aktivitas di tempat tersebut seperti menanam tanaman yang memasuki ruang bebas, membangun bangunan, penimbunan BBM, merusak atau memanjat jaringan transmisi, bermain layang-layang, balon udara, drone, hingga menggali tanah atau melakukan pekerjaan konstruksi lainnya yang berpotensi mempengaruhi kekuatan konstruksi tapak menara/tiang.
“Pemegang hak atas tanah, bangunan, dan/atau tanaman yang tidak melaksanakan ketentuan ruang bebas yang mengakibatkan tidak terpenuhinya keselamatan ketenagalistrikan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keselamatan ketenagalistrikan,” pungkasnya.