Suara.com - Panitia Kerja Perumus Kesimpulan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020 yang terdiri dari pemerintah dan badan anggaran DPR telah menyepakati laporan realisasi APBN TA 2020.
Panja menyepakati realisasi pendapatan negara TA 2020 sebesar Rp1.647,7 triliun atau 96,9 persen dari APBN TA 2020 sebesar Rp1.699, 9 triliun. Sementara, realisasi belanja negara ditetapkan berjumlah Rp2.595,4 triliun atau 94,7 persen dari APBN TA 2020 sebesar Rp2.739,1 triliun.
Sementara itu, defisit anggaran APBN TA 2020 yang diperkirakan mencapai Rp1.039,2 triliun, realisasinya hanya mencapai sebesar Rp947,6 triliun. Untuk menutup defisit tersebut, realisasi pembiayaan berjumlah Rp1.193,2 triliun atau 114,8 persen dari APBN TA 2020 sebesar Rp1.039,2 triliun. Sementara, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran sebesar Rp245,6 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa tahun 2020 bukan tahun yang mudah.
Baca Juga: Sudah Vaksin COVID-19, Atlet Sumut Siap Berlaga di PON Papua
“APBN telah bekerja luar biasa keras di tengah badai pandemi Covid-19, dimana pendapatan negara mengalami penurunan drastis, namun di sisi lain, belanja negara justru meningkat di dalam memenuhi kewajiban kehadiran negara untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya dari sisi kesehatan, namun juga dari sisi perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama badan anggaran DPR RI, Senin (6/9/2021).
Sri Mulyani menjelaskan beberapa langkah harus diambil dengan cepat, tepat sasaran, kerja tata kelolanya, dan terus dievaluasi secara ketat agar selalu efektif dan memberikan hasil terbaik bagi masyarakat.
“Di antara langkah yang sangat luar biasa yang harus ditempuh oleh pemerintah adalah dengan menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian ditetapkan sebagai UU Nomor 2 Tahun 2020 agar penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dapat berjalan dengan cepat, efektif, dan efisien,” ujar Sri Mulyani.
Pemerintah berupaya keras di dalam menjaga akuntabilitas dan meminimalkan risiko terjadinya penyimpangan dari setiap transaksi APBN pada tahun 2020, tidak terkecuali bagi transaksi untuk penanganan pandemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional.
“Pemerintah sejak awal terus menjalankan berbagai program pengawasan dan memperkuat pengawasan, bahkan pada saat membahas perencanaan dari desain program dan alokasi anggaran. Hal ini dilakukan melalui pelibatan APIP dan aparat penegak hukum, serta BPK sebagai pemeriksa eksternal bagi pemerintah,” kata Sri Mulyani.
Baca Juga: 12 Warga Banda Aceh Terdeteksi Covid-19 Varian Delta
Hasil akhir dari semua upaya mempertahankan akuntabilitas APBN tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2020 dimana opini WTP ini adalah yang kelima kalinya yang diperoleh pemerintah sejak LKPP tahun 2016.
“Kami tentu berharap opini WTP ini dapat menunjukkan suatu upaya maksimal di dalam menjaga akuntabilitas dan kualitas pengelolaan APBN, serta juga dapat membangun kepercayaan publik bahwa keuangan negara dikelola dengan baik dan dioptimalkan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat Indonesia,” katanya.