Suara.com - Komisi V DPR RI mencecar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto terkait masih adanya persyaratan PCR dalam perjalanan dengan pesawat. Wakil Rakyat di DPR itu menilai persyaratan tersebut memberatkan semua pihak.
Ketua Komisi V DPR, Lasarus, menyampaikan memang benar keputusan persyaratan perjalanan udara berada di Satgas Covid maupun Kementerian Kesehatan. Akan tetapi, jelas dia, Kemenhub punya tanggung jawab dalam pengoperasian perjalanan udara tersbeut.
Lasarus menyebut aturan wajib PCR sangat merugikan bagi masyarakat yang ingin terbang, karena masyarakat harus merogoh kantong lebih dalam untuk membayar biaya PCR.
"Ada tanggung jawab udara di sini, bapak bisa hitung berapa warga Indonesia harus merogoh kocek setiap harus berangkat, dan berapa banyak orang yang keluar uang dalam ini?," ujar Lasarus dalam rapat dengar pendapat, Rabu (1/9/2021).
Baca Juga: Bos Perusahaan Alat PCR Hangzhou Clunege Biotech Dilaporkan ke Polda Metro, Ini Kasusnya
Bahkan, Lasarus menuding, ada praktik bisnis di balik persyaratan PCR dalam perjalanan udara. Jika benar begitu, Lasarus menyayangkan aturan perjalanan tersebut, yang mana negara berbisnis dan mencekik rakyat di tengah pandemi ini.
"Mohon maaf kita negara membiarkan dalam kondisi seperti ini, ada bisnis mencekik rakyat, sepertinya kita engga berdaya semua. Salah satu yang menyedot uang rakyat itu dari PCR ini naik pesawat terbang." kata dia.
"Tentu masukan Dirjen Udara penting, pasti bapak yang diajak bicara pemerintah soal ini. Jadi inilah yang orang bilang kita ini berbisnis dengan rakyat dengan kondisi seperti ini, ada kewenangan kita disitu," tutur Lasarus menambahkan.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Perhubungan Udara Novie Riyanto mengklaim telah menyampaikan komplain masyarakat terkait persyaratan PCR ini kepada Satgas Covid maupun Kemenkes.
Ia juga menyetujui, bahwa PCR lebih meribetkan dan merugikan masyarakat sebagai syarat perjalanan udara.
Baca Juga: Jadi Syarat Perjalanan, Begini Cara Gunakan Aplikasi PeduliLindungi
"Kami setuju pak dengan antigen itu lebih real time, 10-15 menit hasilnya diketahui, cuman akurasinya tidak terlalu baik dibanding PCR. Memang benar PCR kami menyadari sangat mahal, kadang-kadang di daerah tertentu alatnya nggak ada membutuhkan waktu 2 hari," ungkap dia.
Namun demikian, tambah dia, saat ini pemerintah telah mengurangi persyaratan PCR pada perjalanan udara yang mana boleh hanya tes RT-Antigen di daerah Jawa-Bali.
"Alhamdulillah, untuk saat ini antigen sudah mulai diberlakukan untuk Jawa-Bali. Kita akan berjuang terus pak, mudah-mudahan kalau sudah level 3 semua akan diberlakukan antigen," pungkas Novie.