Suara.com - Rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP 109/2012) dinilai akan menyengsarakan petani tembakau.
Ketua Bidang Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono menyampaikan revisi PP 109/2012 akan menyulitkan para petani tembakau yang berada di daerah.
Menurut Hananto, akibat rencana ini petani akan terdampak kesulitan pada harga tembakau.
Ia mengatakan, banyak spekulan yang memainkan isu PP 109/2012 sehingga membuat tembakau menjadi tidak punya posisi tawar dan dijual dengan harga murah.
Baca Juga: HPTL Diharapkan Mampu Tekan Prevalensi Perokok
"Narasi-narasi revisi PP 109/2012 banyak disampaikan kepada petani dan dimainkan isunya, tapi petani enggak tahu soal itu. Karena petani butuh uang, hal ini menjadi peluang para spekulan untuk membujuk petani menjual hasil tembakaunya dengan harga yang murah," ujar Hananto kepada wartawan, Selasa (31/8/2021).
Padahal, tembakau adalah komoditas yang memiliki nilai ekonomi lebih baik dibandingkan komoditas lain.
Hananto menjelaskan banyak petani yang beralih ke komoditas tembakau terutama di musim kemarau seperti tahun ini.
"Saat ini petani seperti cengkih tidak mendapatkan hasil yang baik karena cuaca tidak mendukung. Tahun ini kemarau basah dan tembakau merupakan komoditas alternatif pilihan bagi para petani," kata Hananto.
Selain itu, menurutnya apabila PP 109/2012 direvisi, maka akan banyak Peraturan Daerah (Perda) yang juga harus disesuaikan. Ini akan membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Baca Juga: Pedagang Tembakau untuk Tingwe Bisa Kena Tarif Cukai
"Banyak uang rakyat yang harus digelontorkan untuk revisi tersebut. Kami pantau itu sekitar Rp150 - 200 juta untuk bikin Perda. Bayangkan itu uang rakyat harus dikeluarkan lagi karena ada revisi. Maka dari itu, kami sepakat untuk membawa penolakan revisi PP 109 digaungkan lebih masif lagi," tutup Hananto.