Sri Mulyani dan DPR Sepakat Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Hingga 5,5 Persen

Selasa, 31 Agustus 2021 | 15:02 WIB
Sri Mulyani dan DPR Sepakat Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan Hingga 5,5 Persen
Menkeu Sri Mulyani. [Tangkapan layar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah dan Komisi XI DPR RI menyepakati Asumsi Dasar Ekonomi Makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2022 (RAPBN 2022).

Besaran pertumbuhan ekonomi yang disepakati 5,2-5,5 persen (yoy), tingkat inflasi 3 persen, nilai tukar rupiah Rp14.350 per dolar AS dan tingkat suku Bunga SUN 10 Tahun 6,8 persen.

Sebelum mencapai kesepakatan tersebut, pada Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RU, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparannya mengestimasi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,0-5,5 persen. Hal ini disebabkan pandemi Covid-19 yang masih mempengaruhi perekonomian Indonesia.

"Ini adalah salah satu forecast yang mungkin paling sulit dalam ketidakpastian begitu banyak. Pandeminya tidak bisa 100 persen kita bisa prediksi,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, ditulis Selasa (31/8/2021).

Baca Juga: Klaim Kuatkan Sektor Kesehatan, Batas Bawah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Naik 0,2 Persen

Dia menyampaikan perlu mewaspadai faktor tapering, supply disruption, dan administered price dalam menjaga inflasi. Meski rata-rata inflasi tahun 2021 masih dibawah 1,5 persen, namun tahun depan harus tetap mempertimbangkan secara hati-hati faktor yang bisa mempengaruhi.

“Pemerintah akan terus melakukan berbagai reform untuk bisa memperbaiki dari sisi komunikasi, sisi distribusi, sisi supply pasokan, dan juga untuk melihat pola dari seasonality atau musiman yang biasanya juga mempengaruhi inflasi,” paparnya.

Sedangkan dalam memberikan proyeksi untuk nilai tukar dan tingkat suku bunga SUN 10 tahun, Menkeu mengatakan faktor yang menentukan yaitu gerakan suku bunga internasional maupun denominasi dollar yang sangat bergantung dari pemulihan ekonomi di Amerika Serikat.

“Dari sisi dua faktor ini, terutama Amerika Serikat kita perlu mengantisipasi pergerakan terhadap rupiah kita, walaupun rupiah Indonesia dalam hal ini dari sisi depresiasi yield to datenya relatif di 2,3 persen dibandingkan dengan negara lain emerging country yang mengalami koreksi lebih dalam, ini Indonesia relatif cukup baik,” pungkasnya.

Baca Juga: Best 5 Oto: Macet Bikin Menteri Keuangan Khawatir, Modifikasi New Mercedes-Benz Citan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI