Suara.com - Sebuah unggahan di media sosial Twitter ramai diperbincangkan pada Senin (30/8/2021). Pasalnya, dalam unggahan itu menceritakan seorang warga keturunan Tionghoa yang medapatkan perlakuan rasis hingga diteror ormas serta preman karena tidak mau menyerahkan lahan parkir tempa usahanya.
Padahal, lahan parkir yang digunakan korban adalah halaman rumahnya sendiri dan bukan termasuk fasilitas umum. Justru, trotoar dan bahu jalan yang biasanya identik sebagai lokasi parkir malah digunakan oleh toko lain.
Diunggah oleh akun @/SeputarTetangga, pengunggah awalnya menceritakan dia memiliki usaha kosmetik yang sudah berjalan empat tahun.
Namun, usahanya kini kian sepi karena terdampak pandemi. Tidak hanya wabah, perbuatan tetangga sekaligus preman yang kerap mengkal di sekitar lokasi juga membuat usahanya sulit berkembang.
Baca Juga: Mengenal Sosok Budhi Sarwono, Bupati Mualaf Pernah Hina Gus Dur 'Picek'
Penyebabnya tidak lain karena preman dan ormas yang berada di sekitar lingkungan itu memaksa untuk minta lahan parkir di tempat usahanya tersebut.
Korban selaku pemilik usaha awalnya keberatan karena konsumen-nya sebagian besar adalah pelajar yang memiliki keuangan terbatas dan berkunjung tidak cukup lama di lokasi sehingga tarif parkir tentu akan memberatkan mereka.
Awalnya, tetangganya meminta lahan parkir untuk mereka kelola. Namun, permintaan itu ditolak. Tidak lama kemudian, ada enam orang ormas yang mendatangi lokasi untuk meminta lahan parkir tersebut.
Tapi karena mendapatkan penolakan, mereka akhirnya kembali pulang. Namun, yang disayangkan, mereka yang mendatangi rumah korban adalah mantan kriminal yang juga pernah mencuri di rumah korban.
Tidak hanya mendatangi rumah korban, para pelaku juga secara kasar mengusir pelanggan korban hingga hampir memukul adik korban.
Baca Juga: Aksi Pria Borong Penjual Roti Keliling, Warganet Terharu
Tidak lama kemudian, muncul kembali 20 orang yang menghalangi para pelanggan toko untuk datang. Hal ini tentu mengganggu korban hingga menyebabkan keluarga korban ketakutan.
Bahkan, menurut penuturan korban, salah seorang ormasnberteriak rasis,"Cina lainnya gampang gak kayak mbak. Kami putra daerah, pribumi. Masa mau cari makan gak boleh?"
Ia mengaku bingung karena peristiwa ini diragukan ada ketentuan hukumnya. Ia bahkan mengaku diancam akan dibakar para pelaku hingga akhirnya mengizinkan komplotan itu mengelola parkir meski tokonya makin sepi peminat.