Suara.com - Direktur Center of Information and Development Studies (CIDES), Umar Juoro menyebut Bank Indonesia (BI) perlu kerangka hukum baru untuk menerbitkan uang digital.
Seperti diketahui, uang digital BI adalah rupiah digital yang denominasi nilainya bisa saja sama dengan uang kertas, atau dengan nilai tertentu yang sepenuhnya dapat dipertukarkan dengan uang kertas (fully convertible).
"Nantinya BI menjadi penerbit uang kertas (termasuk logam) atau MI (uang dalam sirkulasi), dan uang digital masuk dalam M2 dan M3," ujar Umar dalam webinar InfobankTalkNews yang ditulis Kamis (26/8/2021).
Selain itu, uang digital BI juga dapat dipergunakan untuk bertransaksi sebagaimana uang kertas. Uang digital BI juga mendapatkan suku bunga (interest bearing) dan dipergunakan dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan.
Baca Juga: Transaksi Pembayaran via Kartu di Sumut Meningkat
"Uang digital BI semestinya hanya dipergunakan di dalam jurisdiksi Indonesia saja, seperti juga uang kertas," jelasnya.
Dalam hal ini, Umar menuturukan, Bank Sentral yang semakin digital tentu memerlukan peran analisis Badan Supervisi Bank Indonesia untuk diskusi merumuskan sebuah kebijakan.
Umar yang juga Mantan Ketua BSBI ini menilai, nahwa peran Badan Supervisi masih sangat dibutuhkan di masa digital seperti sekarang ini.
"BSBI itu sifatnya kan tidak ikut dalam kebijakan, tetapi lebih ke analisis. Dengan yang ada sekarang, lembaga seperti BSBI sangat diperlukan untuk partner Bank Indonesia," tambah Umar.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, lembaga BSBI bisa lebih kontributif mengenai digitalisasi bank sentral dan uang digital yang sedang di garap Bank Indonesia.
Baca Juga: Sudah Hampir 9 Juta Orang Gunakan QRIS, Mayoritas dari UMKM
Beberapa diantaranya, BSBI bisa fokus pada analisis risk management berbasis data, pemanfaatan Big Data, dan Artificial Intellegence (AI) yang semakin dibutuhkan di zaman digital.