“Artinya pengembangan R&D untuk teknologi rooftop PV di Eropa sangat signifikan menurunkan LCOE selama periode 2017-2019,” katanya.
Menurut Yayan, jika melihat pada tarif dasar listrik (TDL) Indonesia harga akhir listrik di Indonesia berada di kisaran 6-8 Eurocents/kWh berdasarkan informasi dari PT PLN untuk TDL April – Juni 2021.
“Kita dapat bayangkan ini harga konsumsi akhir, jika kita bandingkan dengan harga rooftop di EU harga tersebut adalah ongkos produksinya, jadi mereka akan jual di kisaran 9-10 Eurocents/kWh. Keekonomian TDL harga listrik saat ini tidak mendukung terhadap keekonomisan dari investasi teknologi rooftop PV,” ungkap Yayan.
Berdasarkan hasil perhitungan di EU, lanjut Yayan, WACC (Weight Cost of Capital) untuk investasi rooftop berada di 7% sedangkan di Indonesia WACC atau IRR keekonomian di atas 10%.
“Di sini ada kesenjangan antara daya beli vs price, investment vs economic price, harusnya investment = price sehingga price = daya beli (purchasing power),” kata Yayan.
Menurut kalkulasi Laboratorium Sistem Tenaga Listrik Institut Teknologi Bandung (ITB), jika tarif PLTS Atap tetap 100% atau Rp1.444,3 per KWh dan diikuti penambahan kapasitas 1 GW tiap tahun, hingga 2030 akan ada kenaikan Biaya Pokok Produksi (BPP) Rp11,3 per KWh atau Rp42,5 triliun selama sembilan tahun.
Mukhtasor, pakar energi dan guru besar Institut Teknologi 10 November Surabaya, menambahkan pemerintah atau negara harus bertanggung dari konsekuensi dari keputusan yang diambil terkait rencana Kementerian ESDM merevisi Peraturan Menteri terkait PLTS Atap. Salah satu klausul yang kontroversial adalah kewajiban PLN untuk membeli 100% listrik dari PLTS Atap dari sebelumnya 65%.
“Rencana penerbitan Permen ESDM soal PLTS Atap terburu-buru. Harusnya pihak terkait memberikan masukan dalam penyusunan Permen terkait revisi PLTS Atap. Jika ada informasi yang tidak match, pihak independen dilibatkan. Apalagi ini demi kepentingan nasional dan berdampak tidak hanya bagi PLN, juga keuangan negara,” ujar Mukthtasor saat diskusi dengan media.
Menurut dia, apa pun keputusan nanti dalam Permen ESDM terkait PLTS Atap, keputusan itu diambil harus sudah memperhitungkan konsekuensi dan ada mitigasinya.
Baca Juga: Menteri ESDM Disebut Gagal Lindungi 4 Pihak dalam Revisi Regulasi PLTS Atap
“Kalau ditetapkan 1:1 harus ada kompensai kepada PLN. Berapa beban kompensasinya? Begitu juga kalau 1:0,65, berapa kompensasi yang diberikan?,” katanya.