Ramai Istilah ARA dan ARB Gara-gara Saham Bukalapak, Ini Penjelasannya

Kamis, 12 Agustus 2021 | 14:42 WIB
Ramai Istilah ARA dan ARB Gara-gara Saham Bukalapak, Ini Penjelasannya
Logo Bukalapak. [Bukalapak]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Istilah ARB (auto rejection bawah) dan ARA (auto rejection atas) ramai diperbincangkan banyak masyarakat setelah saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) dilego di pasar modal.

Pasalnya setelah IPO, pada akhir pekan lalu saham BUKA melesat hingga 24,71 persen dari Rp 850 menjadi Rp 1.060 per saham, sehingga Bursa Efek Indonesia (BEI) perlu untuk menetapkan ARA.

Transaksi untuk saham Bukalapak pada perdagangan hari pertama sebanyak 4.293 kali dengan nilai transaksi yang diperoleh sebesar Rp 555,59 miliar dari 524 juta lembar saham yang diperdagangkan.

Begitu juga dengan hari ini, Kamis (12/8/2021) saham BUKA harus dikenakan ARB karena telah turun hingga batas yang telah ditetapkan, dimana saham BUKA berada pada posisi 965 per lembar saham atau telah turun sekitar 70 basis poin atau setara 6,76 persen

Baca Juga: Saham Bukalapak Terus Ambles Jadi Rp 965 per Lembar

Saham BUKA berada di level tertinggi Rp 1.000 dan terendah Rp 965 per saham. Total frekuensi perdagangan selama sesi pertama pun mencapai 11.789 kali dengan total volume saham 421,37 unit dengan nilai transaksi Rp 407 miliar.

Lantas apa pengertian ARA dan ARB sebetulnya?

Mengutip BEI, penggunaan istilah ARB dan ARA dalam dunia saham berkaitan erat dengan sifat saham yang fluktuatif. Terkadang, saham perusahaan tertentu mengalami ARA.

Namun, keesokan harinya saham tersebut ternyata tiba-tiba berganti status menjadi ARB. Pada situasi seperti itu, banyak trader saham yang kelimpungan.

BEI telah menentukan batasan ARA sesuai dengan Keputusan Direksi Nomor Kep-00023/BEI/03-2020. Besaran ARA tergantung pada harga acuan saham yang telah dimasukkan anggota bursa di dalam sistem HATS NEXT-G tersebut.

Baca Juga: Mal Kokas Dibuka Kembali, Pengunjung: Akhirnya Bisa Nge-mal Lagi

Untuk harga acuan Rp 50 sampai dengan Rp 200, ARA terjadi bila kenaikan harga saham di atas 35 persen, untuk harga Rp 200 sampai dengan Rp 5.000 sebesar 25 persen, dan untuk harga di atas Rp 5.000 20 persen.

Sementara ARB, adalah kebalikan dari ARA, yakni batasan maksimum penurunan harga saham dalam sehari.

Penurunan harga saham yang tidak terkendali bila terjadi tidak ada order di antrial beli (bid) saham, sementara aksi jual terjadi.

Ketentuan batas ARB mulanya adalah sebesar 20 persen hingga 35 persen. Namun, pandemi membuat koreksi harga saham besar-besaran dan BEI mengubah ketentuan ARB menjadi 10 persen sebelum akhirnya menjadi 7 persen.

Ketentuan ARB sesuai dengan Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-00023/BEI/03-2020 yakni Rp 50 atau kurang dari 7 persen untuk harga acuan Rp 50 sampai dengan Rp 200 dan untuk harga di atas Rp 200 sebesar 7 persen.

Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian Sihar Manullang mengatakan batasan ARA maupun ARB tergantung dari harga penutupan harga sebelumnya.

“Tergantung harga penutupan hari sebelumnya dan fraksi harganya berapa. Karena bisa saja untuk angka auto reject atas maupun bawah tidak bulat," kata Kristian melalui pesan singkatnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI