Suara.com - Harga minyak merosot lebih dari 3 persen setelah data ekonomi China dan Amerika Serikat (AS) menunjukan pelemahan.
Selain itu anjloknya harga minyak juga dipicu oleh produksi yang lebih tinggi dari produsen OPEC sehingga memicu kekhawatiran menyusutnya permintaan akibat kelebihan pasokan.
Mengutip CNBC, Selasa (3/8/2021) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup anjlok 2,52 dolar AS atau 3,3 persen menjadi 72,89 dolar AS per barel.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melorot 2,69 dolar AS atau 3,6 persen menjadi 71,26 dolar AS per barel.
Baca Juga: Permintaan Tinggi, Harga Minyak Dunia Bertahan di Jalur Kenaikan
Pertumbuhan aktivitas pabrik China merosot tajam pada Juli karena permintaan berkontraksi untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun, sebuah survei menunjukkan pada Senin.
Hasil yang lebih lemah dalam survei swasta itu, sebagian besar mencakup produsen kecil dan berorientasi ekspor, secara luas selaras dengan survei resmi yang dirilis pada Sabtu.
"China memimpin pemulihan ekonomi di Asia dan jika kemundurannya semakin dalam, kekhawatiran akan meningkat bahwa prospek global bakal mengalami penurunan signifikan," kata Edward Moya, analis OANDA.
Sementara aktivitas manufaktur Amerika juga menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Laju pertumbuhan melambat untuk bulan kedua berturut-turut karena pengeluaran berputar kembali ke sektor jasa dari barang dan kekurangan bahan baku tetap bertahan, menurut data dari Institute for Supply Management (ISM).
Indeks aktivitas pabrik nasional ISM turun ke posisi 59,5 pada bulan lalu, angka terendah sejak Januari, dari 60,6 di Juni.
Baca Juga: Stok Menipis, Harga Minyak Dunia Melesat 2 Persen
Amerika Serikat tidak akan melakukan lockdown lagi untuk mengekang Covid-19, tetapi "segalanya akan menjadi lebih buruk" karena varian Delta memicu lonjakan kasus, sebagian besar di antara yang tidak divaksinasi," tutur Kepala Penasihat Medis Presiden Joe Biden, Anthony Fauci.