Suara.com - Belakangan ini, istilah industri 4.0 sudah sering digemakan oleh banyak pihak dari berbagai sektor. Bahkan saat ini industri manufaktur setidaknya perlu memiliki satu proses otomasi demi menjamin efektivitas dan efisiensi.
Industri 4.0 juga memperhatikan prosedur keselamatan kerja yang mana telah ditetapkan sebagai kebijakan di Indonesia sebagai bagian dari kepedulian untuk menjamin keselamatan seluruh pekerja di Indonesia, termasuk dari segi ergonomis.
Sejak awal revolusi industri dimulai penerapannya telah hadir di berbagai sektor, dan kemajuan teknologi telah menjadi dasar atas pesatnya pertubuhan dan kemajuan teknologi.
Jelaslah bahwa banyak yang diuntungkan dari kemajuan teknologi ini, namun tetap ada beberapa pihak yang mengalami kerugian. Mereka yang mengalami kerugian adalah pihak yang kesulitan untuk mengikuti kemajuan industri.
Baca Juga: Suga BTS Ungkap Apa yang Tidak Dia Sukai Tentang Sistem Industri K-Pop
Kerugian yang dialami ada dalam tiga bidang: ekonomi (di mana standar hidup mereka turun); secara sosial (mereka kehilangan suara, mereka tertinggal, dan mereka merasa tidak berdaya dan terpinggirkan); dan lingkungan (mereka menderita polusi dan ketidakamanan yang timbul sebagai akibat dari perubahan lingkungan dan variabilitas iklim).
Oleh karena itu, melakukan kegiatan akademik dan ilmiah terkait implementasi Industri 4.0 akan mendorong para profesor, peneliti, dan mahasiswa untuk memiliki pemahaman tambahan untuk keberlanjutan sistem industri 4.0 di masa depan. Melakukan penelitian ilmiah di bidang ini menjadi penting.
Penelitian ilmiah membangun pengetahuan dan memfasilitasi pembelajaran. Penelitian ilmiah membantu bisnis serta menyediakan makanan dan olahraga untuk pikiran.
Bertukar ilmu dengan Guru Besar dari luar negeri seperti Jerman, Jepang, atau Korea Selatan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi berbagai pihak dalam mengembangkan ilmu dan teknologi baru untuk masa depan.
Salah satu kegiatan ilmiah yang telah diadakan adalah SGU-Symposium 2021. SGU berkontribusi dalam memfasilitasi para ahli dari berbagai negara untuk ikut serta dalam pertemuan ilmiah yang diselenggarakan secara daring dan menghadirkan berbagai pembicara dari dalam maupun luar negeri antara lain, Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc yang merupakan kepala BPPT Indonesia, Nuki Agya Utama, Ph.D Direktur Eksekutif Asean Centre for Energy dan juga (Asc.) Professor Derek Ong Lai Teik, Ph.D., CStats, CSc perwakilan dari Sunway University, Malaysia.
Baca Juga: Hal yang Tidak Disukai Suga BTS di Industri Musik K-Pop, Kadang Tidak Dibayar!
Selain itu ada pula pembicara dari Universitas Indonesia, UGM dan juga Universitas Fachhochschule Sudwestfalen, University of Applied Sciences, dari Jerman hadir dan memberikan kontribusinya pada pertemuan ilmiah ini.
Pada kesempatan tersebut, kepala BPPT Indonesia, Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc juga turut ikut serta memaparkan mengenai pengaplikasian teknologi di masa pandemi dengan membentuk superteam bernama Task Force Research and Innovation- 19 (TFRIC-19) dengan satu tujuan utama yaitu memenuhi kebutuhan alat kesehatan skala nasional.
Untuk mencapai tujuan dan inovasi tersebut, masing-masing pihak menjalankan peran tertentu dalam inovasi teknologi sesuai kapasitasnya dan untuk membangun tujuan Bersama.
"Dengan memanfaatkan berbagai teknologi, tim ini telah berhasil menghasilkan beberapa inovasi, yaitu: RDT Kit, PCR Test Kit, Mobile Lab Biosafety Lab Ivl.2, dan Artificial Intelligence untuk pendeteksian COVID-19. Walaupun begitu, pandemi covid-19 belum juga terselesaikan dan kebutuhan peralatan medis masih perlu dipenuhi, tim TFRIC-19 melanjutkan perjalanannya ke versi Next Generation, berusaha untuk membuat inovasi yang lebih besar," kata Hammam ditulis Senin (2/8/2021).
Selain memaparkan mengnai TFRIC-19 Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc juga memaparkan poin penting mengenai masalah pandemi covid-19 yang perlu menjadi perhatian penting. Yang pertama ia menyadarkan bahwa kesiapan dan ketahanan nasional perlu adanya demi menangani pandemi yang perlu mendapat perhatian serius.
Kedua, dibutuhkan model ekosistem inovasi yang dibangun berdasarkan ‘kebutuhan’ bersama dan rasa kebersamaan yang kuat untuk melakukan sesuatu.
Ketiga inovasi dalam teknologi untuk subtitusi impor demi keberlangsungan ketahanan nasional yang sudah saatnya menjadi prioritas. Ia juga meningkatkan kesadaran para peserta akan bahaya pandemi covid-19.
"That valley of death innovation adalah nyata dan kita sedang mengalaminya," Ungkap Hammam.