Suara.com - Saham digital masih menjadi primadona trader dan investor. Banyak saham yang awalnya berfundamental kurang bagus, tapi harga sahamnya melejit karena rencana prospek transformasi digital.
Di sisi lain, pergerakan harga saham 5 big caps lagi kurang bergairah, apakah mereka hanya diam tanpa rencana go digital juga?
Bayangkan, harga saham seperti PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang fundamental keuangannya tidak sementereng para big caps, harga sahamnya bisa melejit tinggi hingga 1.000 persen sepanjang tahun ini.
Di sisi lain, 5 big caps terbesar saat ini, yakni BBCA, BMRI, BBRI, TLKM, dan ASII kompak turun sepanjang tahun ini.
Baca Juga: IHSG Ijo! Kode Saham Bakal Menguat Meski Dihantam Wabah?
BBCA, BMRI, BBRI, dan TLKM kompak turun dengan rata-rata sekitar 10 persen sepanjang tahun ini, sedangkan ASII terjerembab turun sebesar 21,45 persen.
Namun, kalau melihat kelima saham big caps itu, bukan berarti mereka tidak ada rencana transformasi digital. Kelimanya bisa dibilang lagi proses untuk mengembangkan bisnis digitalnya agar lebih matang.
Berikut rencana inovasi digital ke-5 saham big caps tersebut yang dirangkum oleh tim Emtrade.
Bank Central Asia (BBCA)
Sebagai bank swasta terbesar di Indonesia, BBCA terus melakukan inovasi di bisnisnya. Hal itu juga yang bikin harga saham BBCA terus mencatatkan kenaikan sepanjang 10 tahun terakhir, termasuk 2020 di mana pandemi Covid-19 melanda.
Baca Juga: IHSG Selasa Pagi Menguat 0,31 Persen ke Posisi 6.097
Inovasi yang dilakukan BBCA bisa dibilang cukup banyak, mulai dari strategi layanan ke nasabah yang user friendly dan secara efisien. Sampai, membuat modal ventura dan mengembangkan bank digital.
BBCA membuat modal ventura senilai Rp200 miliar bernama Central Capital Ventura pada 2017. Kini, modal ventura itu sudah memiliki beberapa portofolio startup teknologi seperti, OY!, Qoala, Airwallex, Akseleran, Klik ACC, Agate, Sinbad, Railsbank, Wallex, Julo, dan lainnya.
Lalu, BBCA juga meluncurkan bank digital. Sebenarnya, rencana bank digital BBCA sudah mencuat sejak bank besar itu berencana akuisisi 2 bank pada medio 2015-2016.
Waktu itu, BBCA berniat ekspansi dan membuat bank baru untuk menangkap pasar yang tidak tergapai oleh BBCA seperti UMKM. Lambat laun, rencana Bank UMKM berubah menjadi Bank digital yang memang mulai mencuat secara global sejak 2017-an.
Hasilnya, BBCA merampungkan akuisisi 2 bank, yakni Bank Royal dan Rabobank Indonesia pada 2019. Rabobank Indonesia dimerger dengan anak usahanya Bank BCA Syariah, sedangkan Bank Royal diolah menjadi Bank Digital BCA yang kini sudah meluncurkan aplikasinya bernama Blu. Total investasi BBCA untuk akuisisi dua bank itu senilai Rp1,6 triliun.
Dengan melahirkan Bank Digital BCA, perseroan bisa bersaing dengan Bank Jago yang memiliki ekosistem dari GoTo. Bank Digital BCA bakal mengoptimalkan ekosistem yang ada di BCA sekitar 400.000 merchant yang mungkin juga bersinggungan dengan ekosistem GoTo.
Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
Tren modal ventura milik bank besar mencuat pada 2017. Selain BBCA, BMRI dan BBRI juga mengembangkan bisnis tersebut. Dengan modal ventura itu, para bank bisa memperluas ekosistemnya dengan kolaborasi bersama perusahaan teknologi yang diberikan pendanaan lewat perusahaan modal venturanya tersebut.
Bank Mandiri membuat Mandiri Capital Indonesia didirikan pada 2015. Kini, perusahaan modal ventura itu sudah memiliki beberapa portofolio investasi startup teknologi seperti, Mekari, Cashlez, Amartha, Privyid, PTEN, Gojek, Halofina, Bukalapak, Koinworks, Iseller, Investree, LinkAja, Crowde, dan Yokke.
Begitu juga, BRI Ventures yang baru didirikan pada 2019. Kini, BRI Ventures sudah berinvestasi di beberapa peer to peer lending dan startup fintech lainnya seperti, Tanihub, Ayoconnect, Linkaja, Modalku, Investree, Nium, Payfazz, Bukalapak, dan Awantunai.
Khusus saham Gojek, Mandiri Capital mendapatkan saat Gojek mengakuisisi Moka, startup point of sale. Jadi, saat Gojek akuisisi Moka, ada share swap ke Mandiri Capital yang merupakan investor dari Moka. Nilai akuisisi Moka oleh Gojek pun nilainya dirahasiakan.
Lalu, dalam investasi ke Bukalapak, Mandiri Capital dan BRI Ventures masuk dalam putaran pendanaan Bukalapak senilai Rp3,27 triliun yang dipimpin oleh Microsoft, GIC, dan Emtek.
Menurut prospektus IPO Bukalapak, BRI ventures memegang 181,04 juta lembar saham Bukalapak, sedangkan Mandiri Capital Indonesia memegang 53,24 juta lembar saham Bukalapak. Jika dihitung menggunakan rentang bawah harga IPO Bukalapak senilai Rp750 per saham, nilai yang dimiliki Mandiri Capital senilai Rp39,93 miliar, sedangkan BRI Ventures senilai Rp135,78 miliar.
Telkom
Telkom sempat didera isu zona nyaman dan minim inovasi karena mayoritas laba bersih didapatkan dari Telkomsel, anak usaha milik perseroan dan juga perusahaan Singapura Temasek.
Namun, perusahaan telekomunikasi pelat merah itu juga punya modal ventura, yakni MDI Ventures yang memiliki 54 portofolio startup yang didanai seperti, Si Cepat, Kredivo, Cermati, dan lainnya.
Di luar MDI Ventures, Telkom juga berinvestasi di Gojek via Telkomsel. Nilai investasi operator milik Telkom dan Temasek itu ke Gojek tembus Rp6,4 triliun dalam dua tahap. Pada tahap pertama, Telkomsel gelontorkan Rp2,1 triliun pada 2020, sedangkan tahap kedua senilai Rp4,3 triliun pada 2021.
Adapun, Telkom justru memutuskan untuk tutup Blanja.com pada 2020 dengan alasan ingin mengubah strategi bisnis e-Commerce menjadi ke korporasi dan UMKM. Kabarnya, Telkom lagi menyiapkan platform PaDi alias Pasar Digital. Rencana pengembangan itu pun didukung pindahnya salah satu pendiri Bukalapak Fajrin Rasyid ke Telkom sebagai direktur.
Sebagai catatan, Blanja.com adalah e-Commerce Telkom yang dikembangkan lewat kerja sama dengan e-Bay. Namun, secara GMV, pencapaian Telkom kalah jauh dibandingkan dengan Tokopedia, Shopee, Lazada, maupun Bukalapak.
Astra International (ASII)
Harga saham Astra International (ASII) memang lagi berada di posisi rendah, tetapi bukan berarti perseroan tidak melakukan transformasi digital apa-apa. Ada tiga cara yang dilakukan ASII, yakni membuat produk sendiri secara in-house, kolaborasi, dan investasi.
Untuk produk sendiri, ASII fokus mengembangkan produk digital yang tidak jauh dari otomotif, tetapi juga ada sektor keuangan. ASII sudah membangun beberapa produk digital seperti, SEVA, Sejalan, Movic, CariParkir, AstraPay, Moxa, Digiroom, dan lainnya.
Lalu, untuk produk kolaborasi, Astra bekerja sama dengan Welab untuk membuat fintech bernama MauCash.
Kemudian, untuk investasi, ASII sudah menggelontorkan sekitar 250 juta dolar AS pada medio 2018 dan 2019 ke Gojek. Saat itu, valuasi Gojek sekitar 3 miliar - 5 miliar dolar AS. Tak hanya investasi, Astra juga berkolaborasi dengan Gojek untuk membuat Gofleet pada 2019.
Berikut aksi 5 big caps dalam transformasi digital, bisa dibilang beberapa diantaranya sudah mulai sejak beberapa tahun silam. Namun, hasilnya memang ada yang baru terlihat sekarang atau masih dalam proses.
Menarik adalah investasi para big caps ke startup teknologi yang melihatnya sebagai forward looking. Potensi ekosistem yang bisa dikolaborasikan menjadi jalan pintas para perusahaan konvensional untuk bertransformasi digital lebih cepat.