Deindustrialisasi Bikin RI Makin Sulit Jadi Negara Kaya

Selasa, 13 Juli 2021 | 17:40 WIB
Deindustrialisasi Bikin RI Makin Sulit Jadi Negara Kaya
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih diwarnai ketimpangan. [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Merosotnya kontribusi sektor industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia ternyata menjadi salah satu biang kerok kenapa negara ini sulit sekali keluar dari status negara berpenghasilan menengah ke bawah.

Hal tersebut dikatakan ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus dalam sebuah diskusi bertajuk 'Pandemi Tak Tuntas, Indonesia Turun Kelas' secara virtual Selasa (13/7/2021).

Heri menjelaskan saat ini industri nasional sedang mengalami deindustrialisasi dini, dimana kontribusi sektor ini terhadap PDB terus menurun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

"Indonesia saat ini mengalami deindustrialisasi yang terlalu dini. Ini terlihat dari terus turunnya kontribusi manufaktur terhadap total PDB Indonesia, di tahun 2000 kontribusi manufaktur berada di angka 27,75 persen namun di kuartal II 2020 justru turun sangat jauh ke angka 19,87 persen," ungkap Heri.

Baca Juga: Penerapan Ekonomi Sirkular Berpotensi Sumbang Rp 312 Triliun ke PDB

Sebelumnya, Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai negara kelas menengah bawah atau lower middle income per 1 Juli 2021, peringkat ini mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dimana Indonesia sudah menjadi negara berpendapatan menengah atas.

Dalam laporan terbarunya Bank Dunia mencatat gross national income (GNI) per kapita Indonesia pada 2020 turun menjadi 3.870 dolar AS.

Pada tahun lalu, Indonesia berada level atas negara berpendapatan menengah atas dengan GNI atau pendapatan nasional bruto sebesar 4.050 dolar AS per kapita.

"Memang banyak negara mengalami deindustrilasiasi namun memang sudah waktunya karena mereka mulai beranjak ke sektor jasa dan keuangan. Sedangkan kita di saat nilai tambah industri belum optimal, struktur ekonominya belum kuat. Apalagi industri serapan tenaga kerjanya belum maksimal," pungkasnya.

Baca Juga: Ekonom Senior INDEF Enny Sri Hartati Meninggal Dunia karena Covid-19

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI