Suara.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membuka peluang BUMN-BUMN bisa memasuki bisnis mata uang digital atau digital currency.
Saat ini, ia bersama BUMN lainnya tengah menyiapkan infrastruktur yang memadai untuk memasuki bisnis digital currency tersebut.
"Saya barusan meeting dengan tim Telkom, Peruri, bicara mengenai digital currency. Karena hari ini yang namanya digital currency jadi hot issue yang belum ada regulasinya," ujar Erick dalam konferensi pers LinkAja secara virtual, Rabu (30/6/2021).
Mantan Bos Klub Inter Milan ini saat ini juga tengah memetakan jalur bisnis dari digital curency. Menurut Erick, peluang ini juga agar BUMN bisa mengembangkan ekonomi digital di Indonesia
Baca Juga: BI Berencana Membuat Uang Digital, CEO Indodax Buka Suara
"Saya dengar BI dan mendag sudah bicarakan ini. Nah, kami Kementerian BUMN juga mapping hal-hal seperti ini," ucapnya.
Erick menambahkan, digital currency juga tidak kalah penting di ekosistem ekonomi digital. Sehingga, mau tak mau BUMN harus membangun ekosistem mata uang digital ini.
"Yang namanya digital currency akan jadi kunci yang tidak kalah pentingnya. Apalagi platform agri tech, fintech edu tech health tech ini jadi second wave yang perlu diantisipasi bersama," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menegaskan bahwa crypto adalah salah satu aset digital yang masuk kategori sebagai komoditas dalam perdagangan.
Oleh karena itu, crypto sudah tepat diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti.
Baca Juga: Haramkan Bitcoin, Gubernur BI Wacanakan Penerbitan Mata Uang Digital
"Aset crypto bukan mata uang atau alat pembayaran menurut hukum Indonesia. Ia merupakan aset digital yang bisa diperdagangkan sebagai komoditi. Karena itu ini masuk dalam kewenangan pengaturan oleh Bappebti," ujar Jerry dalam keterangannya, Kamis (3/6/2021).
Jerry juga menekankan bahwa crypto adalah jenis pengembangan aset digital yang relatif baru dan perlu diakomodasi pengaturannya dalam sistem perdagangan di Indonesia.
Hal ini tidak lepas dari penggunaan yang makin luas, prospek diversifikasi penggunaan dan dampaknya bagi perekonomian nasional secara umum.
Mengingat dampaknya yang bisa luas, Wamendag memahami mengapa regulator lain ingin mengawasi dan mengatur