Kasus Positif Covid-19 Melejit, Kemenkeu: Ketidakpastian Pandemi Masih Tinggi

Jum'at, 25 Juni 2021 | 17:20 WIB
Kasus Positif Covid-19 Melejit, Kemenkeu: Ketidakpastian Pandemi Masih Tinggi
ilustrasi - Pekerja melintas di trotoar kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/9/2020). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu meyakini, pandemi covid 19 menjadi momentum tepat untuk memperkuat reformasi, salah satunya adalah reformasi struktural.

Hal ini sejalan dengan tema yang dipilih untuk Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 adalah Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural.

Challenge yang kita dapatkan di perekonomian selalu direspons dengan perbaikan signifikan. Hal yang sama kita lakukan pada 2020 dan 2021. Bagaimana saat menghadapi krisis yang sebenarnya masih tinggi ketidakpastiannya ini, kita tetap menyadari bahwa apa yang dibutuhkan itu harus didorong dengan segera. Inilah mengapa pada tahun lalu 2020 terbit UU Cipta Kerja,” kata Febrio dalam keterangan persnya, Jumat (25/6/2021).

Analis Kebijakan Madya BKF Rahadian Zulfadin menambahkan, krisis akibat pandemi menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah.

Baca Juga: Resmi! Menkes Nyatakan COVID-19 Indonesia Capai Titik Tinggi

Reformasi perlu dilakukan agar Indonesia berpeluang untuk tumbuh di atas enam persen.

“Kalau tanpa reformasi, kita tidak akan pernah bisa tumbuh di atas enam persen. Dengan reformasi, kita ada peluang untuk tumbuh di atas enam persen. Angka ini adalah angka ekonomi yang menurut studi dari Bappenas dan Asian Development Bank akan membawa Indonesia menjadi negara maju pada 2035,” ujar Rahadian.

Tahun 2035 menjadi tahun penting bagi Indonesia karena saat itu Indonesia sudah mulai mengalami aging population.

Jika saat ini masih banyak sekali anak muda usia kerja, pada tahun 2035 jumlah mereka akan menurun. Penduduk yang sudah mulai menua dan tak produktif lagi justru kian bertambah.

“Tumbuh enam persen sebelum itu sangat penting. Di situlah pentingnya reformasi struktural,” kata Rahadian.

Baca Juga: Jokowi Minta Situasi Ekstra Ordinari Harus Direspon Dengan Kebijakan yang Cepat dan Tepat

Di lain sisi, reformasi struktural perlu diimbangi dengan reformasi fiskal. Reformasi fiskal akan diarahkan untuk optimalisasi pendapatan negara, penguatan belanja yang berkualitas (spending better), dan pembiayaan kreatif. Upaya reformasi fiskal perlu dilakukan untuk mendorong terciptanya pengelolaan fiskal yang semakin sehat seiring dengan arah konsolidasi fiskal pada tahun 2023.

“Fiskal itu instrumen utamanya APBN. APBN itu ada pendapatan, belanja, pembiayaan. Reformasi fiskal harus dilakukan secara hati-hati supaya justru tidak menimbulkan dampak negatif ke perekonomian,” ujar Rahadian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI