Suara.com - Indonesia memiliki jumlah perokok tertinggi di Asia Tenggara dan nomor tiga di dunia setelah Tiongkok dan India. Untuk mengatasi epidemi tersebut, konsep pengurangan bahaya tembakau melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, snus, dan kantung nikotin, dinilai dapat menjadi solusi baru.
Pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran (UNPAD) Ardini Raksanagara menjelaskan, pemerintah sudah melakukan berbagai kebijakan untuk mengurangi angka perokok, salah satunya dengan mendorong penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun meski sudah diterapkan, cara tersebut belum terlalu efektif.
“Di negara maju itu dari tahun ke tahun jumlah prevalensi perokok menurun, sementara di kita malah meningkat,” ujar Ardini ditulis Jumat (25/6/2021).
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi lain untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia, salah satunya dapat dengan mengedepankan konsep pengurangan bahaya tembakau.
Baca Juga: COD Vapor Berujung Pemerasan, Korban Ditantang Duel
Utamanya, karena solusi ini sudah teruji keberhasilannya di sejumlah negara. Selain pada tembakau, konsep ini sudah terlebih dahulu diterapkan pada produk yang memiliki risiko tinggi lainnya, seperti gula dan garam.
“Intinya konsep ini adalah mengurangi bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh zat yang digunakan,” jelas Ardini.
Melalui konsep pengurangan bahaya tembakau, perokok dewasa disarankan untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang memiliki risiko jauh lebih rendah daripada rokok.
“Konsep ini diterapkan agar para pengguna masih dapat mendapatkan nikotin yang dibutuhkan, tetapi tidak melalui proses pembakaran seperti pada rokok sehingga risikonya jauh menurun,” katanya.
Ardini melanjutkan saat seseorang merokok, maka mereka tidak hanya memperoleh nikotin, namun juga menghirup asap yang mengandung TAR, penyebab utama dari timbulnya berbagai penyakit berbahaya.
Baca Juga: Pentingnya Revisi PP 109/2012 Demi Lindungi Anak Indonesia dari Zat Adiktif
Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker. Dari sekitar 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR.
“Banyak dampak yang dihasilkan oleh TAR, yang paling membahayakan adalah timbulnya kanker, mulai dari kanker rongga mulut, kanker di laring, sampai kanker paru-paru,” ujarnya.
Berbeda dengan rokok, produk tembakau alternatif tidak melalui proses pembakaran saat digunakan. Misalnya, pada rokok elektrik yang memanaskan cairan nikotin atau produk tembakau yang dipanaskan pada suhu terkontrol, sehingga zat berbahayanya berkurang jauh secara signifikan.
“Selain itu, ada juga produk tembakau alternatif yang pemakaiannya dengan cara dikunyah dan ditempel,” kata Ardini.
Dengan begitu, Ardini melanjutkan, jika perokok dewasa beralih ke produk tembakau alternatif, maka mereka masih bisa memperoleh nikotin, tetapi memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.
“Nikotin dapat melepaskan hormon dopamin dan hormon endorfin yang dapat membuat seseorang menjadi lebih tenang dan gembira. Namun, dampak negatifnya dapat membuat orang ketergantungan,” tutupnya.