Tarif PPN Indonesia Paling Kecil, Sri Mulyani Ungkap Faktanya

Kamis, 24 Juni 2021 | 16:14 WIB
Tarif PPN Indonesia Paling Kecil, Sri Mulyani Ungkap Faktanya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Suara.com/Achmad Fauzi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan. Yang terbaru, pemerintah berencana mengubah struktur tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), rencana ini pun menimbulkan banyak polemik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, struktur tarif PPN Indonesia boleh dibilang paling kecil jika dibandingkan dengan negara lain.

"Apalagi dengan kinerja PPN Indonesia yang masih di bawah negeri jiran seperti
Thailand dan Singapura. Rasio PPN (Perbandingan PPN dan Produk Domestik Bruto) Indonesia hanya sebesar 3,6 persen," ungkap Sri Mulyani dalam dokumen APBN Kita dikutip Kamis (23/6/2021).

Dia juga bilang angka ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan Turki, Argentina, Afrika Selatan, dan Meksiko yang berada di angka 6,62 persen.

Baca Juga: Sri Mulyani : Varian Baru Covid-19 Kejar-kejaran Dengan Program Vaksinasi

Tak hanya itu, dibandingkan dengan negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (19 persen) atau negara BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan yang sudah mencapai 17 persen.

"Indonesia memang belum mengikuti kecenderungan berbagai negara dalam
menaikkan tarif PPN. Penaikan itu dilakukan sebagai kompensasi kecenderungan negara-negara dunia dalam menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan," ungkapnya.

Dirinya menjelaskan pada 2020 saja, sembilan negara mengambil kebijakan memotong tarif PPh perusahaan. Di dalamnya ada Perancis, Kolombia, dan Belgia. Perlu dicatat juga adalah langkah penghapusan pengecualian dan fasilitas PPN ini ditempuh oleh banyak negara di dunia.

"Cina tidak memberikan pengecualian PPN, tetapi memberikan fasilitas Zona Ekonomi Khusus. Singapura memberikan pengecualian pengenaan PPN seperti untuk sektor properti dan jasa keuangan, tetapi tidak memberikan fasilitas," ujarnya.

Sementara Indonesia banyak sekali memberikan pengecualian dan fasilitas PPN ini. Akibatnya timbul ketidakadilan buat masyarakat.

Baca Juga: Sekolah Swasta Kena Pajak, Musni Umar: Saya Prihatin, Ini Tidak Adil

"Masyarakat berpenghasilan tinggi diuntungkan karena mengonsumsi barang dan jasa yang sama dengan masyarakat berpenghasilan rendah," katanya.

Selain itu mengakibatkan adanya distorsi ekonomi. Dalam hal ini produk dalam negeri tidak bisa bersaing dengan produk impor.

"Mengapa demikian? Dengan adanya pengecualian PPN, para produsen barang atau jasa dalam negeri yang memanfaatkan pengecualian PPN tidak bisa mengkreditkan pajak masukannya sehingga menambah biaya," paparnya.

Pengecualian dan fasilitas PPN juga membuat pemungutan pajak menjadi kurang efisien karena biaya administrasi tinggi dan aktivitas ekonomi tidak terdata. Padahal Indonesia pada saat ini sedang berusaha keras untuk menghilangkan ekonomi bawah tanah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI