Suara.com - Ribuan mantan pegawai PT Merpati Nusantara Airlines mengadu ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait hak-hak uang pesangon dan uang pensiun yang belum dibayarkan selama 6 tahun ini.
Aduan itu dikirimkan lewat surat terbuka. Selain kepada Presiden, surat terbuka tersebut juga ditembuskan khusus ke sembilan instansi yakni, Wakil Presiden RI, Menteri BUMN RI, Menteri Keuangan RI, Menteri Perhubungan RI, Menteri Ketenagakerjaan RI, Ketua Komnas HAM RI, Ketua Komisi VI DPR RI, dan Ketua Ombudsman RI.
Ketua Paguyuban Pilot Ex Merpati (PPEM), Capt Anthony Ajawaila menjelaskan, terdapat ribuan karyawan eks MNA yang hak-hak normatifnya belum dipenuhi.
Hal itu berupa cicilan kedua uang pesangon dari 1.233 pegawai sejumlah Rp 318,17 Miliar serta nilai hak manfaat pensiun berupa solvabilitas (Dapen MNA dalam Likuidasi) dari 1.744 Pensiunan, sebesar Rp 94,88 Miliar.
Baca Juga: Bakal Restrukturisasi, Ini Sisa Utang yang Dimiliki Merpati Airlines
"Kami sudah menempuh berbagai upaya sejak 2016 tetapi hingga kini tidak ada kepastian kapan hak pesangonnya akan dibayarkan. Sedangkan masing-masing eks-pegawai berharap uang pesangon akan dinikmati di masa pensiun, maupun untuk melanjutkan keberlangsungan hidup keluarganya," ujar Anthony dalam konferensi pers, Kamis (23/6/2021).
Sementara, anggota PPEM Capt M Masykoer menuturkan, dalam Surat Terbuka Kepada Presiden, PPEM juga menyampaikan apabila akhirnya harus ditutup atau dilikuidasi oleh negara, maka seluruh ex Karyawan Merpati juga tidak memiliki daya dan kuasa untuk mencegahnya.
Namun, hendaknya MNA sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak lalai dalam kewajibannya memenuhi hak-hak ex. pegawainya.
"Janganlah kami diperlakukan seperti kata pepatah ‘Habis manis, Sepah dibuang’. Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon, begitupun hak Pensiun kami yang sampai saat ini tidak ada kepastiannya," ungkapnya.
Sebelumnya, seluruh unsur pegawai termasuk pilot telah melakukan berbagai upaya untuk menuntut hak-hak normatif tersebut.
Baca Juga: Merpati Dihidupkan Kembali, Tetapi Tidak Melayani Penerbangan Sipil
Sejak tidak menerima gaji mulai Desember 2013, telah melakukan demo hingga akhirnya pada tahun 2016, Pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menetapkan Program Restrukturisasi Karyawan berupa PHK masal, dengan pembayaran pesangon dicicil dalam 2 tahap.
Sebenarnya Peraturan Ketenagakerjaan tidak membolehkan Pesangon dicicil, tetapi pada kenyataannya dengan berbagai cara dan tanpa dipahami oleh pegawai telah terjadi pembayaran Pesangon yang dicicil dalam 2 Tahap, di mana cicilan pesangon Tahap-I dibayarkan sebesar 50 persen, sementara cicilan pesangon Tahap-II diterbitkan menjadi Surat Pengakuan Utang (SPU) dijanjikan akan dilunasi pada Desember 2018.