Suara.com - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna menyampaikan hasil laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2020. Salah satu hal yang menjadi sorotan BPK adalah soal penambahan utang pemerintah sepanjang tahun lalu.
BPK pun mengingatkan pemerintah agar tak sembarang menarik utang apalagi di tengah pandemi covid-19.
Agung mengatakan, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah terkait tren penambahan utang ini.
"Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan Penerimaan Negara sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," ucap Agung dalam rapat Paripurna DPR RI Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021, Selasa (22/6/2021).
Baca Juga: Banyak Korupsi, Indonesia Susah Lepas dari Jebakan Middle Income Trap
Selain itu, kata dia, pandemi covid-19 juga meningkatkan defisit, utang, dan SILPA yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal.
Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, trennya menunjukkan peningkatan yang perlu diwaspadai Pemerintah.
Apalagi, kata dia, mulai Tahun 2023 besaran rasio defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi 3 persen.
"Indikator kerentanan utang Tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR)," ucapnya.
Dirinya pun menjelaskan rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 - 35 persen.
Baca Juga: BPK Beberkan Data Pemda yang Malas Eksekusi Anggaran Covid-19
Selain itu, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6 - 6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7 - 10 persen.
Tak hanya itu, rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 - 167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90 - 150 persen.
Dan yang terakhir adalah, indikator kesinambungan fiskal Tahun 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 – Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.
Asal tahu saja, posisi utang pemerintah pada Desember 2020 mencapai Rp 6.074,56 triliun atau meningkat tajam ketimbang tahun sebelumnya dengan defisit neraca APBN 6,27 persen. Pada 2019, utang pemerintah berjumlah Rp 4.778 triliun.