Suara.com - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan uang kripto atau lebih dikenal Cryptocurrency bukan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Dengan begitu, penggunaan uang kripto dilarang dalam transaksi keuangan perbankan atau transaksi keuangan lainnya.
Menurut Perry, uang kripto juga tidak masuk sebagai alat pembayaran seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Pertama, uang cripto betul bukan alat pembayaran yang sah sesuai UU bukan alat bayar sah. Kami larang lembaga keuangan engga boleh gunakan cripto sebagai alat bayar untuk service jasa keuangan," ujar Perry dalam webinar yang digelar BPK, Selasa (15/6/2021).
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi 418 Miliar Dolar AS
Dalam hal ini, Perry memiliki pengawas yang akan mengawasi secara ketat, agar lembaga keuangan tidak menerima atau bertransaksi dengan menggunakan uang kripto.
"Kami ada pengawas-pengawas bahwa lembaga keuangahn mematuhi undang-undang mata uang. Dan kami memastkan bahwa apapun itu uang kripto bukan pembayaran yang sah untuk digunakan," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan isu keberadaan uang digital atau kripto yang sedang tren dianggap sebagai ancaman bagi setiap negara.
Pasalnya, kata dia, keberadaan uang digital yang diterbitkan oleh seseorang individu atau perusahaan bisa mengancam currency (uang) fisik yang dimiliki suatu negara.
Kripto sebagai ancaman bagi negara, kata Sri Mulyani, juga menjadi topik diskusi dalam forum G20.
Baca Juga: Uang Pecahan Rp 75 Ribuan "Tak Laku" di Cianjur, Kok Bisa?
"Kita lihat kayak Elon Musk, currency-nya boleh membeli saham Tesla dan lain-lain atau sempat Facebook dan digital Company di Amerika Serikat mau buat currency sendiri, itu dianggap ancaman bagi currency fisik yang dimiliki suatu negara," kata Sri Mulyani dalam webinar BPK RI, Selasa (15/6/2021).