Suara.com - Tingginya jumlah perokok di Indonesia menunjukkan bahwa negara kini dalam status darurat rokok. Sejumlah pihak menilai bahwa kondisi ini akan terus terjadi apabila kebijakan cukai rokok tidak diiringi dengan penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Ekonom Faisal Basri mengatakan bahwa pemerintah seharusnya dapat mengeluarkan kebijakan yang menyebabkan harga rokok semakin tidak terjangkau.
"Untuk mengurangi keterjangkauan rokok, kebijakan cukai harus diiringi dengan penyederhanaan struktur tarif CHT," ujarnya dalam sebuah Webinar yang ditulis, Selasa (1/6/2021).
Di Indonesia, kata Faisal, banyak pabrik rokok yang mempertahankan jumlah produksinya di golongan bawah supaya tetap membayar cukai yang lebih rendah, terutama perusahaan asing.
Baca Juga: Pengaruhi Kesuburan, Pasangan Harusnya Berhenti Merokok saat Rencanakan Kehamilan
"Padahal dia pemain dunia (global)," katanya.
Faisal menjelaskan, Indonesia menganut sistem cukai dengan banyak golongan, yakni 10 lapisan.
"Nah ini yang sudah harus disederhanakan, rokok is rokok. Dalam bentuk apapun, itu harus diperketat," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom dari Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan bahwa pihaknya mendukung simplifikasi tarif cukai rokok dilakukan demi mencapai pertumbuhan ekonomi serta menghasilkan masyarakat yang sehat.
"Kita yakin bahwa kenaikan cukai tidak cukup. Lakukanlah penyederhanaan untuk rokok mesin. Itu nanti ada tambahan penerimaan negara. Ini juga akan membuktikan bahwa pemerintah tidak tebang pilih," tutur Abdillah.
Baca Juga: Dokter UGM: Semakin Dini Mulai Merokok, Semakin Sulit Berhenti
Dia mengatakan, saat ini dengan 10 lapisan struktur tarif cukai rokok di Indonesia, pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan negara triliunan rupiah.