Suara.com - Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng, menilai rezim kesehatan pemerintah yang mengintervensi industri pertembakauan atau industri rokok serupa dengan penanganan Covid-19.
Menurutnya intervensi kesehatan rokok dibuat seperti terjadi epidemic, dimana rokok diibaratkan penyakit dengan sumbernya yakni produksi rokok ingin dipangkas habis.
"Lebih mudah kita ketahui setelah Covid-19 ini sama sebenarnya, seperti physical distancing untuk perokok dan ada ruang isolasi untuk perokok. Karena memang sama aktornya," katanya dalam Webinar Akurat Solusi dengan tema "Intervensi Rezim Kesehatan dan Ancaman Sektor Pertembakauan" ditulis Jumat (28/5/2021).
Ia mengatakan aktor dibalik intervensi industri rokok adalah WHO, dimana pihaknya membuat kerangka aturan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Baca Juga: Pemkot Bandung: Publik Perlu Tahu Hubungan Rokok dengan COVID-19
Hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi, namun penerapan pembatasan tembakau di Indonesia, menurut Daeng, selama ini diadopsi dari WHO.
Ia menuturkan saat ini industri tembakau sudah menghadapi berbagai pembatasan mulai dari cukai, kuota produksi, hingga kesulitan finansial karena banyak perbankan menolak pembiayaan tembakau. Hasilnya potensi industri tembakau sudah sulit berkembang menjadi lebih besar.
Pihaknya mengungkapkan saat ini saja misalnya, produksi tembakau petani di Indonesia hanya mampu memproduksi 50% kebutuhan industri rokok. Akibatnya terjadi lonjakan impor tembakau tercatat data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor tembakau pada tahun 2019 mencapai 110,92 ton per tahun.
Daeng menegaskan ini merugikan petani tembakau di tengah terkena dampak efisiensi industri rokok karena cukai, namun disisi lain tembakau malah banjir impor.
"Pemerintah melihat dengan kacamata kuda tak melihat dampak ekonomi dan politik. Dia tak melihat dinamika impor secara keseluruhan. Harusnya disiapkan jangan sampai impor. Ini harusnya kepentingan nasional yang ada diatas," tandasnya.
Baca Juga: So Sweet! Suami Berhasil Berhenti Merokok, Istri Beri Hadiah Sepeda Motor
Ketua Depinas Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Agus Parmuji menegaskan bahwa pemerintah saat ini sedang melakukan kejahatan ekonomi terhadap para petani tembakau di Indonesia.
"Jika boleh jujur, saat ini kami sedang merasakan kejahatan ekonomi nasional di sentra pertanian tembakau, mengapa begitu? sebab banyaknya regulasi yang berbelit-belit pada akhirnya membuat para petani kian terkikis. Terkikisnya bukan hanya dalam presentase rendah saja, bahkan selama hampir 4 tahun ini kami mengalami sebuah degradasi ekonomi karena terpengaruh dengan regulasi pusat yang berdampak terhadap perlakuan regulasi di tingkat daerah," tuturnya.
Tak hanya itu saja, lanjutnya, dengan adanya kenaikan cukai kemudian hadirnya perda-perda lain yang mencapai 300 aturan ini secara tidak langsung memancing sebuah kejahatan di tingkat lokal.
"intinya semua ini berasal dari tingkat pusat yang didorong oleh rezim kesehatan ini. Sebetulnya kita hanya berharap satu yaitu negara yang berdaulat, sebab hidup matinya kami para petani tembakau bergantung kepada tiga linstas sektor kementerian," ucapnya.
Ketiga lintas sektor kementerian seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pertanian tersebutlah yang menjadi penentu mati atau tidaknya para petani. Sebab tembakau ini merupakan program alam dan produk alam.
"Oleh karena itulah, budaya sentra pertembakauan ini tidak bisa serta merta dihanguskan karena menyangkut topografi, dan sudah dilakukan secara turun menurun. Jujur, sekarang ini kami tidak membutuhkan kehadiran negara. Akan tetapi peran nyata dari negara untuk melindungi eksistensi pertembakauan," tutupnya.