Suara.com - Kementerian Keuangan sedang menyusun skema kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 15 persen dari saat ini 10 persen pada tahun 2022 mendatang, kebijakan ini dalam rangka upaya reformasi perpajakan.
Menanggapi hal ini Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Edy Halim mengatakan wacana ini akan semakin menggerus daya beli masyarakat yang sudah lesu akibat pandemi Covid-19.
"Kalau ada penyesuaian tarif atau kenaikan tarif dari 10 persen menjadi 15 persen maka tentunya akan terjadi kenaikan harga barang," kata Rizal dalam diskusi virtual bertajuk 'PPN 15 persen, Perlukah Di Masa Pandemi?' Selasa (11/5/2021).
Rizal mengatakan kenaikan PPN ini akan berdampak langsung kepada masyarakat karena bebannya ditanggung oleh konsumen, sehingga dirasa memberatkan.
Baca Juga: Ibarat Petir di Siang Bolong, Sri Mulyani Wacanakan Kenaikan Tarif PPN
"Sebagai informasi PPN ini dibayarkan oleh konsumen, dibebankan kepada konsumen, maka harga barang itu akan semakin menekan daya beli yang sudah tertekan, semakin tertekan lagi," ucapnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, dalam pasal 3 ayat 7 disebutkan bahwa tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 10 persen yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Sehingga kata dia kenaikan PPN sangat kurang tepat dilakukan, karena sifat kenaikannya dibebankan kepada konsumen sehingga semakin menurunkan daya beli masyarakat.