Ibarat Petir di Siang Bolong, Sri Mulyani Wacanakan Kenaikan Tarif PPN

Selasa, 11 Mei 2021 | 15:43 WIB
Ibarat Petir di Siang Bolong, Sri Mulyani Wacanakan Kenaikan Tarif PPN
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (kemenkeu.go.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ibarat petir di siang bolong, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewacanakan untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 15 persen dari saat ini 10 persen.

Kenaikan ini membuat kaget karena akan dilakukan pada tahun 2022 mendatang dengan kondisi pandemi Covid-19 yang diprediksi masih ada.

"Saya kira publik harus mendengar jauh lebih luas, dan ini menjadi titik penting agar keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus didiskusikan banyak kalangan, banyak pihak," kata Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam acara diskusi virtual, bertajuk 'PPN 15 Persen, Perlukah di Masa Pandemi?' Selasa (11/5/2021).

Wacana kenaikan tarif PPN ini, lanjut dia diketahui pertama kali dalam acara Musrenbang Bappenas beberapa waktu lalu dan disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dimana menjadi salah satu pembicaranya.

Baca Juga: Isu Jokowi dan Sri Mulyani Silang Pendapat soal THR PNS, Ini Kata KSP

Pernyataan Tauhid ini juga sekaligus menjawab cuitan dari Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo yang mempertanyakan dari mana isu kenaikan PPN 10 persen menjadi 15 persen yang dibahas dalam webinar ini.

Tauhid juga menjawab mengapa dalam webinar ini ia tak menyertakan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar topik yang dibahas lebih berimbang seperti yang disampaikan Yustinus.

"Karena acara ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Mudah-mudahan tidak mengurangi respect kami kepada teman-teman Ditjen Pajak. Mungkin di lain kesempatan ada diskusi lanjutan, saya kira kami tidak masalah. Jadi saya kira itu cukup fair. Giliran pertama Indef giliran selanjutnya Ditjen Pajak," imbuhnya.

Menurut Tauhid, peluang untuk menaikkan PPN memang terbuka lebar dalam Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambangan Nilai. Sebab dalam pasal 1 beleid tersebut, tarif PPN bisa diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 10 persen.

Tapi mengingat kondisi ekonomi saat ini yang kurang begitu baik akibat pandemi Covid-19 membuat kebijakan ini dirasa kurang pas dan tepat.

Baca Juga: Bantah Ribut soal THR ASN, KSP: Presiden Jokowi dan Sri Mulyani Satu Suara

"2022 kita itu belum pulih, tapi kenapa dibebankan dengan kebijakan katakanlah dengan kenaikan pajak (PPN) ini tentu ini sangat bertentangan dengan teori ekspansi fiskal" pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI